Jiwasraya Kantongi Persetujuan Restrukturisasi 40 Nasabah Korporasi
PT Asuransi Jiwasraya sudah mulai melakukan restrukturisasi polis sesuai janji sejak awal Agustus 2020. Namun asuransi pelat merah ini baru melakukan restrukturisasi pada nasabah korporasi, di mana sudah ada 40 perusahaan yang setuju mengambil opsi tersebut.
"Kami sudah memulai restrukturisasi untuk korporasi dan saat ini ada 40 nasabah korporasi yang bersedia," kata Sekretaris Perusahaan Jiwasraya Kompyang Wibisana kepada Katadata.co.id, Rabu (12/8).
Meski demikian, ia tidak bisa menyampaikan nilai polis dari 40 nasabah korporasi yang setuju untuk direstrukturisasi. Pasalnya, perhitungan nilai polisnya menggunakan asumsi aktuaria yang saat ini masih dilakukan proses penghitungan.
Kompyang pun tidak menjawab soal skema restrukturisasi yang ditawarkan Jiwasraya kepada nasabah korporasi. Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko pun tidak merespons permintaan penjelasan soal skema yang ditawarkan tersebut.
Sementara untuk nasabah pemegang polis produk investasi JS Saving Plan dan polis tradisional, Jiwasraya belum memiliki target untuk ditawarkan program restrukturisasi. Sebab skema yang akan ditawarkan masih terus digodok.
"Saat ini kami bersama pemerintah sedang menyiapkan skema untuk nasabah tradisional dan JS Saving Plan," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan mayoritas atau 92% tekanan likuiditas yang terjadi pada Jiwasraya memang disebabkan oleh produk JS Saving Plan. Per 31 Mei 2020 utang klaim dari produk JS Saving Plan mencapai Rp 16,5 triliun yang berasal dari 17.452 peserta.
Sementara utang klaim dari nasabah tradisional korporasi tercatat sebesar Rp 600 miliar yang berasal dari 22.735 peserta. Selain itu ada utang klaim dari nasabah tradisional retail, dengan total mencapai Rp 900 miliar dari 12.410 peserta.
Total polis yang jatuh tempo dan menjadi utang klaim Jiwasraya per 31 Mei 2020 telah mencapai Rp 18 triliun. Jumlah tersebut bertambah dibandingkan posisi pada Januari 2020 sebesar Rp 16 triliun.
"Belum dibayar karena kondisi likuiditasnya terus memburuk," ujarnya dalam rapat Panitia Kerja dengan Komisi VI DPR, Selasa (7/7).
Utang klaim ini menyebabkan kondisi Jiwasraya tertekan dari dua sisi, yaitu dari sisi naiknya liabilitas dan turunnya nilai aset. Per Mei 2020, total liabilitas Jiwasraya tercatat sebesar Rp 52,9 triliun. Ini terdiri dari liabilitas polis tradisional senilai Rp 36,4 triliun dan liabilitas JS Saving Plan senilai Rp 16,5 triliun.
Pria yang akrab disapa Tiko ini mengatakan bahwa meningkatnya liabilitas Jiwasraya lantaran produk JS Saving Plan memiliki janji bunga masa depan yang tinggi, sekitar 12% sampai 14%, dan tidak pernah disesuaikan dengan tingkat bunga di pasar.
"Bunga di pasar turun, namun janji masa depan dari program ini masih sangat besar sekali sehingga dampaknya pada liabilitas yang terus meningkat," kata Tiko.
Sementara nilai aset Jiwasraya hanya mencapai Rp 17 triliun pada Mei 2020, turun jika dibandingkan dengan posisi pada akhir 2019 yang sebesar Rp 18 triliun dan pada 2018 sebesar Rp 23 triliun. Mayoritas aset tidak likuid dan berkualitas buruk karena tidak sesuai dengan tata kelola yang baik.
"Jadi, perusahaan ini bisa dibilang, antara aset dengan liabilitas hanya sepertiga," ujarnya.
Kondisi Jiwasraya ini akan semakin buruk jika tidak segera dilakukan restrukturisasi polis. Ini dapat dilakukan, antara lain dengan menurunkan tingka janji bunga masa depan di kisaran yang normal saat ini yaitu 6%-7%.
"Artinya, semakin lama kami menunda restrukturisasi polis, maka kewajiban liabilitas makin lama makin besar," ujar Tiko.