Antisipasi Kredit Bermasalah, Laba Bersih Semester I BNI Melemah 41,6%
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mengantongi laba bersih Rp 4,45 triliun sepanjang semester I 2020. Capaian tersebut turun drastis hingga 41,6% secara tahunan atau year on year (yoy), dibandingkan semester I 2019 sebesar Rp 7,63 triliun.
Berdasarkan paparan kinerja perusahaan, turunnya laba bersih BNI tersebut lantaran pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atau provisi untuk mengantisipasi peningkatan kredit bermasalah sebagai dampak dari krisis pandemi Covid-19.
Sepanjang semester I 2020, provisi yang dibentuk oleh BNI mencapai Rp 7,46 triliun, naik 88,2% yoy dari sebelumnya Rp 3,96 triliun. Adapun sebelum dikurangi provisi, laba BNI tercatat mencapai Rp 13,37 triliun, turun 1,9% yoy dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 13,63 triliun.
"Kami memilih untuk secara konservatif memupuk CKPN," kata Direktur BNI Adi Sulistyowati dalam konferensi pers paparan kinerja yang berlangsung secara virtual, Selasa (18/8).
Pada semester pertama ini, coverage ratio (bank only) BNI telah mencapai 214,1% terhadap kredit seret alias non-performing loan (NPL). Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan coverage ratio pada semester I 2019 yang sebesar 156,5%.
"Meningkatnya pencadangan kerugian ini merupakan bentuk antisipasi risiko penurunan kualitas aset di masa depan," katanya menambahkan.
Adapun sepanjang enam bulan pertama tahun ini, NPL bank milik pemerintah ini ada di level 3%, naik dibandingkan NPL pada semester I tahun lalu di level 1,8%. Berdasarkan sektornya, penyumbang NPL ada di sektor bisnis menengah dan kecil, yang masing-masing ada di level 6,7% dan 3,3%.
Dari sisi penyaluran kredit, BNI berhasil menyalurkan hingga Rp 576,77 triliun pada semester I 2020 atau naik 5% yoy dibandingkan kredit yang disalurkan pada semester I 2019 sebesar Rp 549,23 triliun.
Kredit BNI masih ditopang oleh kredit kepada korporasi swasta yang senilai Rp 196,32 triliun atau 34% dari total kredit. Raihan tersebut tercatat mengalami pertumbuhan hingga 12,6% yoy dibandingkan Rp 174,29 triliun.
Sementara, kredit yang disalurkan BNI kepada badan usaha milik negara (BUMN) mencapai Rp 117,79 triliun atau sekitar 20,4% dari total kredit. Kredit ke BUMN ini tercatat mampu tumbuh 6,1% yoy dari Rp 111,04 triliun.
Dari sektor konsumer, BNI menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar Rp 44,76 triliun atau 7,8% dari total kredit. KPR tumbuh 6% yoy dibandingkan semester I 2019 Rp 42,24 triliun.
Kemudian dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) BNI mampu menghimpun Rp 662,38 triliun tumbuh hingga 11,3% yoy dibandingkan dengan paruh pertama tahun lalu yang senilai Rp 595,07 triliun
"Upaya menghimpun DPK dilakukan dengan menjadikan dana murah (current account savings account/CASA) sebagai prioritas utama, yang kami maksudkan untuk memperbaiki cost of fund ke depan," kata Adi.
BNI berhasi meraih pendapatan bunga sebesar Rp 28,16 triliun, turun 1,5% yoy dari Rp 28,59 triliun pada semester I 2019. Sementara, beban bunga mencapai Rp 10,36 triliun atau turun 5,6% yoy dari Rp 10,98 triliun. Dengan demikian, pendapatan bunga bersih BNI mencapai Rp 17,79 triliun, naik 1% yoy dari Rp 17,61 triliun.
Restrukturisasi Kredit dan Penyaluran Dana Pemerintah
Dalam menghadapi dampak pandemi, BNI secara aktif merestrukturisasi kredit debitur yang berkinerja baik, namun bisnisnya terdampak Covid-19. Sepanjang semester I, BNI telah menyetujui restrukturisasi kredit sebesar Rp 119,27 triliun atau 21,9% dari total kredit.
Pemberian restrukturisasi kredit ini diharapkan dapat meringankan beban debitur dalam melewati krisis akibat pandemi Covid-19. "Harapannya, saat Covid-19 dapat ditanggulangi, bisnis debitur dapat kembali ke arah yang lebih baik," kata Adi.
Restrukturisasi kredit BNI paling besar berasal dari segmen korporasi, nilainya yang disetujui mencapai Rp 48,4 triliun. Diikuti oleh sektor bisnis kecil dan menengah yang nilai restrukturisasinya masing-masing Rp 36,85 triliun dan Rp 23,9 triliun.
Sementara untuk tahun ini, BNI memasang target pertumbuhan kredit 2-4%. Sepanjang tahun lalu, BNI menyalurkan kredit senilai Rp 556,77 triliun, tumbuh 8,57%. Sedangkan NPL, ditargetkan dijaga di kisaran 3,7-4,5% atau lebih lebih tinggi dibandingkan NPL tahun lalu di level 2,3%.
BNI menyampaikan bahwa, sudah menyalurkan kredit program pemulihan ekonomi nasional (PEN) senilai Rp 9,15 triliun hingga 13 Agustus 2020. Nilai tersebut, telah berlipat 1,83 kali dari penempatan dana pemerintah di BNI yang senilai Rp 5 triliun.
Segmen penyaluran kredit PEN oleh BNI, mayoritas kepada segmen bisnis kecil dengan total Rp 5,49 triliun. Sedangkan kepada segmen korporasi mencapai Rp 3,43 triliun, dan segmen menengah Rp 225 miliar.
BNI menargetkan mampu menyalurkan 3 kali lipat dari penempatan dana pemerintah pada September 2020, yaitu senilai Rp 15 triliun. Adapun segmen yang menjadi sasarannya yaitu segmen bisnis kecil dengan target penyaluran Rp 12 triliun, korporasi Rp 2,55 triliun, dan segmen menengah Rp 492 miliar.