OJK Perpanjang Relaksasi Restrukturisasi Kredit Bank hingga 2023
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan dan bank perkreditan rakyat selama satu tahun, dari yang sebelumnya berakhir 31 Maret 2022 menjadi berakhir 31 Maret 2023. Keputusan diambil dalam Rapat Dewan Komisioner yang digelar Kamis (2/9).
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, keputusan itu diambil untuk terus menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional. Selain itu, keputusan diambil atas dasar stabilitas perbankan dan kinerja debitur restrukturisasi Covid-19 yang sudah mulai mengalami perbaikan.
Kebijakan restrukturisasi kredit yang diterapkan sejak awal 2020 dinilai sangat membantu perbankan dan debitur termasuk pelaku UMKM.
"Untuk menjaga momentum itu dan memitigasi dampak dari masih tingginya penyebaran Covid-19, maka masa berlaku relaksasi restrukturisasi kami perpanjang hingga 2023,” katanya dalam siaran pers usai Rapat Dewan Komisioner (RDK).
Hingga saat ini, Wimboh menilai industri perbankan mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Terlihat dari pertumbuhan kredit yang positif pada Juni 2021 dan angka loan at risk (LaR) yang menunjukkan tren menurun meski masih relatif tinggi. Sedangkan angka kredit macet (NPL) mengalami peningkatan dari 3,06% pada Desember 2020) menjadi 3,35% pada Juli 2021).
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan menjadi salah satu faktor pendorong yang diperlukan untuk menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum.
Perpanjangan restrukturisasi hingga 2023 diperlukan dengan tetap menerapkan manajemen risiko, mengingat adanya perkembangan varian delta dan pembatasan mobilitas.
"Sehingga butuh waktu yang lebih bagi perbankan untuk membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan bagi debitur untuk menata usahanya agar dapat menghindari gejolak ketika stimulus berakhir,” kata Heru.
Penerapan manajemen risiko dalam relaksasi restrukturisasi tetap menjadi pedoman dalam pelaksanaan kebijakan ini. Manajemen risiko yang perlu diterapkan yaitu memiliki kriteria debitur restrukturisasi yang layak mendapatkan perpanjangan.
Penerapan self assessment terhadap debitur yang dinilai mampu terus bertahan, masih memiliki prospek usaha, dan oleh karena itu layak mendapatkan perpanjangan.
Selain itu, bank perlu menyisihkan kecukupan pembentukan CKPN. Terhadap debitur-debitur yang dinilai tidak lagi mampu bertahan setelah diberikan restrukturisasi pada tahap pertama, bank diminta mulai membentuk CKPN.
Bank juga perlu mempertimbangkan pembagian dividen agar ketahanan modal atas tambahan CKPN yang harus dibentuk untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi. Bank juga harus menerapkan stress testing dampak restrukturisasi terhadap permodalan dan likuiditas bank.
Ketentuan lengkap mengenai kebijakan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini akan dimuat dalam POJK tentang Perubahan Kedua atas POJK Stimulus Covid 19 yang akan segera diterbitkan.
POJK perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit akan mengatur penetapan kualitas aset dan restrukturisasi kredit atau pembiayaan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi terhadap bank umum konvensional (BUK), bank umum syariah (BUS), atau unit usaha syariah (UUS).
Selain itu, POJK tersebut juga akan mengatur tentang debitur yang terkena dampak penyebaran Covid -19 termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah berlaku sampai dengan 31 Maret 2023.
Per posisi Juli 2021, outstanding restrukturisasi Covid 19 sebesar Rp 778,9 triliun dengan jumlah debitur mencapai 5 juta dan 71,53% di antaranya adalah debitur UMKM. Outstanding kredit restrukturisasi Covid 19 ini menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan posisi di awal penerapan stimulus.
Kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit ini juga diharapkan memberikan kepastian bagi perbankan maupun pelaku usaha dalam menyusun rencana bisnis tahun 2022, khususnya mengenai skema penanganan debitur restrukturisasi dan skema pencadangan.