Dana Pihak Ketiga Naik, Bank Mandiri Setop Tawarkan Obligasi Rp 19 T
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menghentikan penawaran umum berkelanjutan (PUB) obligasi berkelanjutan II dengan sisa target dana Rp 19 triliun. Bank pelat merah ini beralasan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) masih sangat baik, sehingga mampu mendukung pertumbuhan kredit, ekspansi bisnis, dan menjaga kecukupan likuiditas perseroan.
Manajemen Bank Mandiri menjelaskan, total target dana PUB tersebut mencapai Rp 20 triliun. Dalam perkembangannya, PUB obligasi berkelanjutan yang telah terhimpun sebesar Rp 1 triliun.
Secara rinci dijelaskan, dana yang dihimpun yakni, Seri A dengan jumlah obligasi sebesar Rp 350 miliar, tingkat bunga 7,75% yang diterbitkan pada 12 Mei 2020, dan jatuh tempo 12 Mei 2025. Kemudian, Seri B dengan jumlah obligasi sebesar Rp 650 miliar dan tingkat bunga 8,30%, yang diterbitkan pada 12 Mei 2020, dan jatuh tempo pada 12 Mei 2027.
Sementara itu, sisa plafon PUB obligasi yang tidak diterbitkan sebesar Rp 19 triliun.
"Perseroan memutuskan untuk tidak melanjutkan penghimpunan dana dari sisa plafon PUB Obligasi Berkelanjutan II Bank Mandiri tersebut pada 16 Maret 2022," demikian tertulis dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (18/3).
Sebagai informasi, berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2021, Bank Mandiri mencatat pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 12,8% secara konsolidasi menjadi Rp 1.291 triliun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK Industri sebesar 12,2%.
Pertumbuhan DPK ini utamanya ditopang oleh peningkatan dana murah (CASA) secara konsolidasi sebesar 19,8% yang turut berkontribusi menjaga biaya dana atau cost of fund (CoF) di angka 1,71% secara konsolidasi. Dengan demikian, rasio CASA Bank Mandiri (konsolidasi) meningkat sebesar 407 basispoin (bps) secara tahunan menjadi 69,7%.
Peningkatan rasio CASA ini, disumbang oleh pertumbuhan dana tabungan yang secara konsolidasi meningkat 12,8% dari Rp 431 triliun di akhir 2020 menjadi Rp 487 triliun. Sementara itu, pertumbuhan giro yang secara konsolidasi meningkat 29,2% dari Rp 320 triliun di akhir 2020 menjadi Rp 413 triliun pada tahun lalu.
Pertumbuhan CASA dan penyaluran kredit yang berkelanjutan juga ikut menopang pertumbuhan aset Bank Mandiri secara konsolidasi pada 2021 menjadi Rp 1.726 triliun, tumbuh 11,9% lebih tinggi dibanding periode tahun sebelumnya.
Di samping itu, tahun lalu Bank Mandiri membukukan laba bersih Rp 28,03 triliun atau melonjak 66,8% dari perolehan laba bersih periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 16,79 triliun.
Sebelumnya, pemegang saham sepakat menetapkan 60% dari laba bersih konsolidasi Bank Mandiri tahun buku 2021 atau sekitar Rp16,82 triliun sebagai dividen.
Nantinya, setiap pemegang saham akan memperoleh dividen senilai Rp 360,5 per sahamnya. Dari jumlah tersebut, dividen kepada Negara Republik Indonesia selaku pemegang saham pengendali sebesar Rp8,75 triliun dan akan disetorkan kepada rekening kas umum negara. Sedangkan, sebanyak 40% dari laba bersih konsolidasi tahun lalu dialokasikan sebagai laba ditahan.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi menjelaskan, besaran dividen tersebut sejalan dengan komitmen manajemen Bank Mandiri untuk dapat berkontribusi secara optimal kepada negara serta keinginan untuk menjadi mitra finansial utama pilihan nasabah, antara lain dengan melanjutkan transformasi digital pada produk dan layanan keuangan perseroan.
"Keputusan ini juga mengindikasikan dukungan yang kuat dari pemegang saham kepada manajemen untuk mengakselerasi rencana ekspansi bisnis perseroan,” ungkap Darmawan dalam keterangan resminya, Kamis (10/3).