Aset Asuransi dan Dapen RI Kalah Jauh dari Malaysia, Apa Dampaknya?
Total aset asuransi dan dana pensiun Indonesia masih di bawah 15 % terhadap produk domestik bruto pada 2020. Menteri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, angka ini jauh di bawah asuransi dan dana pensiun negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura yang masing-masing mencapai 60 % dan 80 % terhadap PDB.
"Potensi asuransi dan dana pensiun yang belum berkembang di Indonesia sangat besar," ujar Airlangga dalam Indonesian Financial Group International (IFG) Conference 2022 di Jakarta, Senin (30/5).
Ia menjelaskan, banyak pekerja di Tanah Air yang hingga kini belum memiliki akses terhadap dana pensiun. Lantaran penetrasi yang masih rendah di antara negara di kawasan, sektor asuransi dan dana pensiun memiliki ruang tumbuh yang cukup besar.
Airlangga menekankan, peningkatan penetrasi asuransi dan dana pensiun dibutuhkan untuk mendorong pendalaman di pasar keuangan. Ini penting bagi stabilitas sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruh pada tahun-tahun mendatang.
Menurut Airlangga, peran penting sektor asuransi semakin nyata saat pandemi Covid-19 yang menbutuhkan biaya tinggi dalam penanganannya. "Ini terlihat dari kenaikan klaim jaminan kesehatan terkait Covid-19 yang cukup signifikan, serta dukungan pemerintah melalui APBN," ujarnya.
Di sisi lain, ia menilai sektor asuransi berperan penting dalam mitigasi fasilitas asuransi kredit produk pinjaman perbankan. Pangsa asuransi kredit di Indonesia secara keseluruhan adalah sekitar 60% pada 2020.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan, industri asuransi dan dana pensiun di Indonesia kurang berkembang dibandingkan industri keuangan lainnya. Namun, ia menilai, kedua industri yang saat ini memiliki dana kelolaan di bawah 15% terhadap PDB memiliki prospek yang bagus.
Berdasarkan data yang dipaparkan Kartika, pangsa pasar asuransi hanya mencapai 8,5% terhadap PDB, sedangkan dana pensiun sebesar 2,7% terhadap PDB. Sementara perbankan memiliki total aset mencapai 59,5% terhadap PDB, dan kapitalisasi pasar modal mencapai 45,2% terhadap PDB.
Perkembangan ini jauh di bawah negara-negara tetangga Indonesia maupun emerging market lainnya. Total aset dan dana pensiun di India mencapai 18%, Filipina 14,3%, Korea Selatan 63,9%, dan Brazil 29,6%.
Kartika menjelaskan, industri perbankan di Indonesia beberapa tahun silam juga memiliki masalah pada pentrasi yang rendah. Ini terjadi karena literasi masyarakat yang rendah dan sistem perbankan yang lemah. Namun, progres pengembangan perbankan sangat cepat, dengan pertumbuhan aset yang rata-rata mencapai 10% per tahun.
Ini tak lepas dari upaya regulator dan industri mendorong perbankan masuk ke berbagai sistem ekonomi. Ia menjelaskan, bonus demografi Indonesia akan berakhir dalam dua dekade terdepan. Pada 2046, penduduk Indonesia akan didomonasi oleh masyarakat berusia tua.
"Ketika itu, sudah terlambat untuk melakukan reformasi di industri asuransi dan dana pensiun. ini," katanya.
Di banyak negara di dunia, dana kelolaan industri asuransi dan dana pensiun yang besar dan berjangka waktu panjang menjadi sumber daya untuk pembangunan, terutama infrastruktur.
Adapun pengembangan industri asuransi dan dana pensiun di Indonesia, menurut dia, sangat menantang memiliki potensi yang besar. Ini karena sebagian besar masyarakat belum memikirkan tantangan di masa depan karena masih berkutat pada tantangan yang dihadapi saat ini. "Ini tantangan bagaimana mengubah pemikiran masyarakat untuk mengantisipasi masa depan, mengubah financial behaviour," katanya.