OJK Finalisasi Kebijakan Perpanjangan Restrukturisasi Kredit di 2023
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan saat ini masih melakukan finalisasi kebijakan mengenai restrukturisasi kredit yang akan berakhir pada Maret 2023 mendatang. OJK menyebutkan, nantinya perpanjangan restrukturisasi akan diberlakukan khusus bagi lembaga jasa keuangan di sektor tertentu yang masih terdampak pandemi Covid-19.
Langkah ini merupakan salah satu yang diambil oleh OJK sebagai mitigasi potensi risiko di tengah potensi resesi ekonomi global yang masih akan terus berlanjut pada 2023. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar, mengatakan OJK sedang finalisasi respon kebijakan restrukturisasi bersifat targeted dan sektoral.
"Di antaranya berupa restrukturisasi dan penetapan perlakuan khusus untuk lembaga jasa keuangan di sektor tertentu atau di daerah tertentu yang terdampak utamanya oleh scaring effect akibat pandemi," katanya, dalam konferensi pers, Kamis (3/11).
Namun, OJK juga melakukan penyelarasan kebijakan dengan mempertimbangkan dan mencermati dinamika perekonomian global dan domestik yang diramal terus menghadapi tantangan dan gejolak di tahun 2023. OJK juga mengambil kebijakan agar fungsi intermediasi LJK dapat memberikan dukungan kepada sektor ekonomi yang masih memberikan prospek pertumbuhan.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit perbankan. Hal tersebut dilakukan karena mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia yang masih belum lepas dari pandemi Covid-19.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae dalam Rapat Dewan Komisioner OJK, Senin(3/10). Dian mengatakan, OJK sedang melakukan analisis lebih lanjut terhadap rencana perpanjangan tersebut. Selain itu, Dian mengungkapkan, masih ada komponen lain yang dipertimbangkan untuk pengambilan keputusan tersebut.
Selain akan melakukan analisis lebih lanjut, Dian mengatakan, kebijakan perpanjangan ini tidak ingin membahayakan perekonomian dan ingin menjaga stabilitas keuangan.
“Kami tidak ingin kebijakan normalisasi kredit membahayakan pertumbuhan ekonomi. Mandat kami menjjaga stabilitas sistem keuangan, dengan demikian ada kontribusi signifikan pada ekonomi,” lanjut Dian.
Untuk analisis mendalam, OJK optimis dapat mengantisipasi kemungkinan terburuk dari gangguan yang terjadi terhadap sistem perbankan. “Kalau kita melakukan analisis secara mendalam kondisi yang kita ambil bahkan even in worst case scenario gangguan dalam kondisi perbankan kita itu bisa dikatakan masih bisa ditangani,” katanya.