Hadapi Gejolak Resesi, Sektor Keuangan RI Masih Stabil di Desember
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga pada Desember 2022 meski menghadapi berbagai ketidakpastian global seperti resesi ekonomi dan kenaikan inflasi. Hal ini terefleksi dari berbagai indikator pertumbuhan baik di sektor pasar modal, perbankan, dan industri keuangan non bank (IKNB).
Dari bursa saham, hingga akhir November 2022 ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,25% mtd ke level 7.081,31 dengan investor asing mencatatkan inflow sebesar Rp0,74 triliun mtd. Namun, bila dilihat sejak awal tahun, IHSG tercatat menguat sebesar 7,59%, pelaku pasar asing melakukan pembelian bersih sebesar Rp81,49 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi, optimistis, tren pertumbuhan penghimpunan dana melalui pasar modal akan berlanjut di tahun depan.
“Penghimpunan dana melalui pasar modal sudah Rp 226 triliun sampai dengan 30 November. Saat ini pun masih ada di pipeline 91 [penawaran umum] dengan nilai penghimpunan dana Rp 96,2 triliun. Jadi, kalau dikatakan, di 2023 kami optimis growth cukup baik,” ujar Inarno, dalam konferensi pers bersama ADK OJK, Selasa (6/12).
Beralih ke sektor perbankan, sampai dengan Oktober 2022, kredit perbankan tumbuh meningkat menjadi 11,95% secara tahunan, utamanya ditopang oleh kredit investasi yang tumbuh sebesar 13,65%. Adapun, secara mtm, nominal kredit perbankan naik sebesar Rp58,61 triliun menjadi Rp6.333,51 triliun.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2022 tercatat tumbuh 9,41% yoy menjadi Rp7.927 triliun, meningkat dari laju pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 6,77% yoy, utamanya didorong peningkatan giro.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, tren pertumbuhan sektor perbankan diyakini masih berlanjut di tahun depan. “Jika tidak ada pemburukan kondisi geopolitik, sekarang saja kredit tumbuh 12% secara tahunan, saya kira trennya masih terus meningkat,” imbuhnya.
Likuiditas industri perbankan pada Oktober 2022 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 130,17% dibanding posisi September 2022 sebesar 121,62% dan 29,46 persen dari September 2022 yang tercatat 27,35%, jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Capital Adequacy Ratio (CAR) industri Perbankan tercatat meningkat menjadi 25,13% dari posisi September 2022 yang sebesar 25,09%. Sementara itu, risiko kredit juga melanjutkan penurunan dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,78% dengan NPL gross 2,72%).
Di sisi lain, kredit restrukturisasi Covid-19 kembali mencatatkan penurunan sebesar Rp5,57 triliun menjadi Rp514,07 triliun dengan jumlah nasabah juga menurun menjadi 2,55 juta nasabah.
Pada sektor IKNB, akumulasi pendapatan premi sektor asuransi selama periode Januari sampai dengan Oktober 2022 mencapai Rp255,20 triliun, atau tumbuh sebesar 1,81% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Demikian halnya dengan akumulasi premi asuransi umum yang tumbuh sebesar 16,93% yoy selama periode yang sama, hingga mencapai Rp97,78 triliun per Oktober 2022. Namun demikian, akumulasi premi asuransi jiwa terkontraksi sebesar -5,7% yoy dibanding periode sebelumnya, dengan nilai sebesar Rp157,42 triliun per Oktober 2022.
Nilai outstanding piutang pembiayaan tumbuh 12,17 persen yoy pada Oktober 2022 menjadi sebesar Rp402,6 triliun, didukung pembiayaan modal kerja dan investasi yang masing-masing tumbuh sebesar 31,6 persen yoy dan 23,7 persen yoy.
Adapun, dari sisi profil risiko perusahaan pembiayaan masih terjaga dengan rasio non performing financing (NPF) tercatat turun menjadi sebesar 2,54% dari September 2022 yang sebesar 2,58% Sedangkan sektor dana pensiun tercatat mengalami pertumbuhan aset sebesar 4,20% yoy, dengan nilai aset mencapai Rp338,71 triliun.
Kinerja FinTech peer to peer (P2P) lending pada Oktober 2022 juga masih mencatatkan pertumbuhan dengan outstanding pembiayaan tumbuh sebesar 76,8 persen yoy, meningkat Rp0,60 triliun menjadi Rp49,34 triliun. Sementara itu, tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) tercatat menurun menjadi 2,90 persen (September 2022: 3,07 persen). Namun demikian, OJK mencermati tren kenaikan risiko kredit dan penurunan kinerja di beberapa FinTech P2P Lending.
Sementara itu, permodalan di sektor IKNB terjaga dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) sebesar 464,24 persen dan 313,71 persen.
Meskipun RBC dalam tren yang menurun dan RBC beberapa perusahaan asuransi dimonitor ketat, namun secara agregat RBC industri asuransi masih berada di atas threshold sebesar 120 persen. Begitu pula pada gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,01 kali atau jauh di bawah batas maksimum 10 kali.
OJK mencatat, sejumlah lembaga internasional seperti OECD memperkirakan ekonomi global akan tumbuh melambat di 2023 disebabkan oleh pengetatan kebijakan moneter global, tingginya harga komoditas energi dunia yang dipengaruhi tensi geopolitik, dan masih persistennya tingkat inflasi di level yang tinggi.
Oleh karenanya, perlu dicermati perkembangan sektor-sektor yang memiliki porsi ekspor yang tinggi serta sektor padat modal yang akan lebih terdampak oleh kenaikan suku bunga.
Indikator perekonomian terkini menunjukkan kinerja ekonomi nasional masih cukup baik, terlihat dari neraca perdagangan yang terus mencatatkan surplus, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur yang berada di zona ekspansi, dan indikator pertumbuhan konsumsi masyarakat yang masih solid.