Sri Mulyani Bantah Terima Data Transaksi Janggal Rp 300 T dari PPATK
Menteri Keuangan Sri Mulyani membantah telah mendapatkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK mengenai transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan atau Kemenkeu. Dia meminta Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menjelaskan data tersebut ke masyarakat agar tidak simpang siur.
"Sampai siang ini saya belum pernah menerima data dari PPATK terkait transaksi mencurigakan Rp 300 triliun. Informasi yang disampaikan PPATK ke Menkeu atau Kemenkeu tidak sama dengan yang disampaikan kepada Pak Mahfud dan yang disampaikan ke Aparat Penegak Hukum," ujarnya dikutip dari Instagram Sri Mulyani, Sabtu (11/3). Sri Mulyani telah menemui Menkopolhukam Mahfud MD di gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, siang ini.
Sri Mulyani mengatakan, perbedaan informasi dari PPATK juga terjadi pada kasus mantan pejabat pajak RAT. Dia mengatakan, PPATK memberikan informasi kepada Kemenkeu hanya terkait empat rekening tahun 2016 - 2019, terkait nilai transaksi antara Rp 50 juta - Rp 125 juta. Sementara Informasi PPATK tentang RAT yang dikirim ke Mahfud MD dan Aparat Penegak Hukum terkait rekening sejak 2013 yang menyangkut transaksi belasan miliar rupiah.
"Data ini tidak disampaikan kepada Menkeu atau Irjen Kemenkeu," ujarnya.
Dia mengatakan, informasi PPATK ke Itjen Kemenkeu mengenai transaksi dari 2007-2023 total berjumlah 266 surat. Surat tersebut menyangkut transaksi mencurigakan yang diduga dilakukan oleh 964 pegawai. Dari 266 informasi, sebanyak 185 informasi merupakan permintaan Kemenkeu, sementara 81 sisanya merupakan inisiatif PPATK.
Dari informasi tersebut, 352 pegawai menerima hukuman disiplin karena terbukti terlibat dalam 126 kasus. Sementara 86 kasus dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan atau pulbaket. Sebanyak 16 kasus dilimpahkan dan ditindaklanjuti aparat penegak hukum.
"Sebanyak 31 kasus tidak dapat ditindaklanjuti karena pegawai pensiun, tidak ada informasi atau menyangkut pegawai non Kemenkeu," ujarnya.
Kemenkeu saat ini sedang menginvestigasi 69 pegawai yang beresiko tinggi untuk dilakukan tindakan disiplin sesuai pelanggaran mereka. Sri Mulyani meminta Itjen Kemenkeu menyampaikan ke publik mengenai perkembangan investigasinya.
"Kami akan terus membersihkan Kemenkeu dari pegawai yang korupsi dan berkhianat. Kami bekerjasama dengan semua pihak. Terimakasih atas dukungannya," ujarnya.
Pencucian Uang
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan transaksi Rp 300 triliun yang pernah dia sampaikan bukanlah tindak korupsi melainkan pencucian uang.
"Sebenarnya kan ketika mengumumkan Rp 300 triliun itu bicara tentang pencucian uang. Bukan korupsi," ujarnya.
Saat itu, dia mengatakan mengenai transaksi aneh yang meibatkan ratusan pegawai Kemenkeu. Mahfud memberikan contoh kasus Rafael Alun yang memiliki kekayaan fantastis sebagai pejabat eselon III Kemenkeu.
Dia kemudian bertanya pada PPATK apakah Rafael Alun bermasalah. Ternyata PPATK pernah memberikan surat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi bahwa Rafael Alun memang bermasalah.
"Terus ditunjukkan surat tahun 2013 kepada KPK. Bukan kepada Kemenkeu. Ada suratnya," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan temuan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 300 triliun merupakan hasil analisis selama kurun waktu 14 tahun terakhir. Temuan tersebut hasil pemeriksaan transaksi mencurigakan para pegawai di Kementerian Keuangan.
"Itu terkait data yang sudah kami sampaikan hampir 200 Informasi Hasil Analisis/IHA kepada Kemenkeu sejak 2009 hingga 2023," kata Ivan kepada Katadata.co.id, Rabu (8/3).