Tiga Bank di AS Tutup, LPS Sebut Tak Ada Bank Domestik yang Bermasalah
Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS menilai kejatuhan tiga bank di Amerika Serikat, yakni Silvergate Bank, Silicon Valley Bank, dan Signature Bank tak akan menimbulkan efek domino bagi perbankan domestik. Lembaga ini mencatat, tak ada bank domestik yang tengah bermasalah pada tahun ini.
Ketua LPS Purbaya Yudh Sadewa mengatakan pihaknya bersama anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) kembali melakukan asesmen terkait kondisi perbankan dan dampak yang mungkin timbul dari kejatuhan tiga bank di AS. Ia juga menyatakan tak ada bank bermasalah pada tahun ini seiring kebijakan moneter yang tepat dan langkah LPS yang tak menaikkan bunga secara signifikan.
“Kami selalu mencermati setiap perkembangan baik perbankan nasional maupun internasional, jadi ketika kami mendengar kabar tersebut kami segera melakukan investigasi terkait pengaruhnya kepada perbankan di Indonesia, hasilnya dampak secara langsung relatif tidak ada,” ujar Purbaya dalam siaran pers, Kamis (16/3).
Ia memaparkan beberapa faktor yang menjelaskan minimnya dampak krisis perbankan di AS. Dari sisi portofolio aset, menurut dia, bank-bank di Indonesia tidak memiliki karakteristik seperti SVB yakni memiliki portofolio surat berharga yang sangat besar. Level permodalan perbankan nasional juga masih sangat tebal dan berada di angka 25,93% per Januari 2023.
“Kondisi likuiditas perbankan saat ini juga dalam keadaan yang sangat memadai. Alat likuid/non-core deposit atau AL/NCD dan alat likuid atau dana pihak ketiga atau AL/DPK per Januari 2023 masing-masing sebesar 129,64% dan 29,13%. Nilai ini sekitar dua setengah kali di atas threshold," katanya.
Ia menjelaskan, sinergi dan kolaborasi antara anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus berjalan dengan sangat baik untuk mendukung perekonomian Indonesia terus tumbuh.
“LPS secara rutin selalu melakukan rapat untuk membahas kondisi terkini stabilitas sistem keuangan di tanah air. Di dalam rapat tersebut, kami senantiasa berkoordinasi untuk melakukan bauran kebijakan yang tepat sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing lembaga,” kata dia.
Ia mencontohkan, jika terjadi gangguan terhadap perekonomian, mekanisme shock absorber pada umumnya akan dilakukan oleh Kemenkeu melalui kebijakan fiskal dan oleh BI melalui kebijakan moneter. Sementara, stabilitas sistem keuangan pada industri jasa keuangan dijaga melalui relaksasi regulasi ketentuan mikroprudensial oleh OJK dan makroprudensial oleh BI.
"Lalu, kepercayaan masyarakat terhadap stabilitas sistem perbankan diperkuat dengan berbagai kebijakan LPS sebagai otoritas penjamin simpanan dan resolusi bank,” ujar Purbaya.