Banyak Orang Lakukan Flexing, Ini Penyebabnya
Flexing menjadi salah satu kultur bahkan gaya hidup masyarakat saat ini. Flexing merupakan kebiasaan seseorang untuk menunjukkan atau memamerkan harta maupun pencapaian secara berlebihan.
Hal ini menjadi buruk ketika sudah menjadi tren, apalagi kian diramaikan oleh konten kreator yang juga melakukan flexing. Orang-orang berlomba untuk memamerkan kepemilikan atau harta mereka di berbagai platform media sosial. Tujuannya, agar mereka mendapat pengakuan dari masyarakat.
Clinical Forensic Psychologist A. Kasandra Putranto mengatakan, secara psikologis ada alasannya mengapa seseorang bisa melakukan flexing. Pertama, mereka memiliki motif yang didasarkan oleh sebuah kebutuhan.
"Ternyata dari sisi psikologis ditemukan ada kebutuhan seseorang untuk bisa tampil. Tapi tidak cukup membawa dirinya sendiri melainkan dia merasa perlu untuk ada bantuan dan dukungan seperti wajah, barang, dan harta," katanya dalam acara Katadata: Flexing, Engga Usah Diambil Pusing!, Rabu (12/4).
Apalagi, jika seseorang tersebut memiliki kondisi psikologis seperti merasa insecure atau tidak percaya diri, merasa perlu validasi, atau pun kondisi seseorang tersebut ingin meniru orang lain. Selain itu membandingkan diri sendiri dan orang lain bisa menjadi faktor munculnya gejala flexing.
Kondisi tersebut diperparah dengan banyaknya konten kreator yang saat ini justru memunculkan aksi flexing sebagai salah satu strategi promosi. Founder Mitra Rencana Edukasi Mike Rini mengatakan, flexing dan promosi tidak sama. Flexing menurutnya hanya sekedar memamerkan kekayaan, misalnya, atau pencapaian secara berlebihan.
"Jadi dalam hal kita berinteraksi di media sosial perlu ada batasan, apakah itu lebih memberikan dampak negatif dibanding positif," katanya.
Dirinya juga menyampaikan bahwa sebagai pemakai media sosial, masyarakat harus dapat mengontrol batasan dalam melihan konten-konten di media sosial yang mengandung flexing.
"Penting sekali setiap keluarga memberikan edukasi, sosialisasi dan skill untuk memfilter materi-materi yang tidak dibutuhkan. Dengan segala keterbatasan seseorang mudah pengaruh dan ikut-ikutan, menjadi iri dan terpengaruh," katanya.