Pemprov Bali Bakal Tindak Tegas Pemakaian Kripto untuk Alat Transaksi
Pemerintah Provinsi Bali akan memberikan tindakan tegas sesuai peraturan perundang-undangan bagi wisatawan mancanegara yang memakai kripto sebagai alat transaksi di hotel, restoran, destinasi wisata, pusat perbelanjaan dan tempat lainnya.
Hal ini disampaikan Gubernur Bali I Wayan Koster dalam Konferensi Pers Perkembangan Pariwisata Bali, yang juga dihadiri Kapolda Bali Irjen. Pol. Putu Jayan Danu Putra, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali Trisno Nugroho, Minggu (28/5).
"Wisatawan mancanegara yang berperilaku tidak pantas, melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan izin visa, memakai kripto sebagai alat transaksi pembayaran, serta melanggar ketentuan lainnya akan ditindak dengan tegas," kata I Wayan Koster, dikutip dari Antara.
Adapun, tindakan tegas yang dimaksud Gubernur Bali tersebut, antara lain deportasi, dikenakan sanksi administrasi, hukuman pidana, penutupan tempat usaha, dan sanksi keras lainnya.
Khusus mengenai penggunaan mata uang kripto, Koster mengacu pada larangan penggunaan mata uang selain Rupiah sebagai alat transaksi pembayaran. Ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Berdasarkan UU 7/2011, sanksi penggunaan mata uang selain Rupiah dan alat pembayaran lain dalam transaksi pembayaran, akan dipidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta.
Perihal penggunaan mata uang selain Rupiah, juga diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Dalam aturan ini, disebutkan bahwa orang yang melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing tanpa izin dari Bank Indonesia (BI) dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 22 miliar.
Kewajiban penggunaan Rupiah juga diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Pelanggaran kewajiban penggunaan Rupiah akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, kewajiban membayar denda, dan larangan ikut dalam lalu lintas pembayaran," kata Koster.
Dalam kesempatan yang sama Kepala KPwBI Provinsi Bali Trisno Nugroho mengatakan, di Bali telah disediakan tempat penukaran valuta asing atau money changer, dengan 138 Kantor Pusat dan sekitar 500 cabang yang telah memiliki izin dari BI.
"Jadi sesungguhnya wisatawan bisa menukarkan uangnya ke Rupiah dengan aman pada money changer yang telah memiliki izin. Uang Rupiah telah disiapkan di situ," ujarnya.
Ia menegaskan, di Indonesia tidak boleh menggunakan uang di luar Rupiah sebagai alat transaksi pembayaran dan BI juga telah memfasilitasi dari sisi bentuk pecahan Rupiah maupun jumlahnya yang ada di masyarakat.
Terkait kripto, Trisno mengatakan, bahwa keberadaan diperbolehkan sebagai aset, yang telah diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Tetapi kripto untuk alat pembayaran dilarang di Indonesia.
Terkait dengan dugaan penggunaan kripto sebagai alat transaksi pembayaran di sejumlah tempat wisata di Bali, BI bersama Polda dan Pemprov Bali akan terus berkoordinasi.
"Kami bersama Kapolda dan Gubernur terus berkoordinasi. Ini uang Rupiah yang harus kita jaga," kata Trisno.
Sebagai informasi, beberapa hari terakhir ramai di media massa nasional berita mengenai penggunaan kripto sebagai alat transaksi. Diketahui, sejumlah lokasi di Bali memperbolehkan penggunaan kripto sebagai alat pembayaran. Penggunaannya mulai untuk membayar makan dan minum di kafe hingga penyewaan sepeda motor.