Pemberi Kerja Belum Bayar Iuran Rp 3,61 T, Dana Pensiun Merana
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka-bukaan mengenai penyebab 12 dana pensiun badan usaha milik negara (BUMN) dan non-BUMN yang berada di bawah pengawasan khusus lembaga tersebut. Salah satu penyebabnya adalah pemberi kerja atau perusahaan pendiri dana pensiun tersebut menunggak pembayaran iuran bagi karyawannya yang mengikuti program pensiun. Nilai akumulasi piutang iuran tersebut mencapai Rp 3,61 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan dari 12 dana pensiun (dapen) yang berada dalam pengawasan khusus itu, OJK meminta pihak-pihak yang terkait, terutama pendiri untuk memenuhi kewajibannya. Seperti diketahui, dana pensiun menerima iuran dari peserta dan kontribusi dari pendiri atau pemberi kerja.
"Terdapat kewajiban pemberi kerja yang belum menyetorkan kewajibannya, akumulasi iuran pendiri ada Rp 3,61 triliun. Penyebabnya bisa karena perusahaan dalam kondisi rugi atau bangkrut," kata Ogi dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan sejumlah media massa, di Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (10/10). Kondisi ini menyebabkan pendapatan dana pensiun dari iuran dan dana yang harus dikeluarkan untuk membayar manfaat anggotanya tidak seimbang.
Selain faktor tunggakan iuran pendiri, dana pensiun juga menghadapi masalah karena tingkat bunga aktuaria yang jauh di atas tingkat bunga pasar. "Untuk mengejar tingkat bunga aktuaria, pengurus atau pengawas dana pensiun harus mencari instrumen investasi yang high risk, untuk menutup selisih suku bunga itu," kata Ogi.
Faktor ketiga adalah imbal hasil investasi dana pensiun yang berada di bawah rata-rata pasar. Imbal hasil investasi itu rendah karena pengelolaannya tidak tepat bahkan disinyalir terjadi fraud di beberapa dana pensiun. "Secara umum, dana iuran peserta dan pendiri tidak cukup untuk memenuhi pembayaran kepada peserta. Ini membuat pengurus dituntut untuk mencari instrumen investasi dengan return yang tinggi, yang high risk tadi," jelasnya.
Masalah-masalah ini membuat dana pensiun mengalami masalah defisit solvabilitas sehingga harus menyusun rencana penyehatan agar tidak terancam dibubarkan atau dilikuidasi.
Melihat berbagai masalah ini, OJK meminta dana pensiun melakukan langkah-langkah berikut ini:
1. OJK meminta kepada pendiri dana pensiun untuk melakukan kewajiban dan membayar iuran sesuai dengan porsinya
Namun, hal ini sulit dilakukan jika pendiri dalam kondisi rugi atau bahkan dilikuidasi.
2. OJK juga meminta kepada dana pensiun untuk secara bertahap menyesuaikan tingkat bunga aktuaria sesuai bunga yang wajar.
3. OJK meminta dana pensiun tersebut untuk mengonversi program dana pensiun manfaat pasti menjadi dana pensiun iuran pasti. "Kalau perusahaan pendirinya sudah tidak ada, tidak bisa membayar maka salah satu solusinya mengonversi dari dana pensiun manfaat pasti (DPMP) menjadi dana pensiun iuran pasti. Ini tidak menarik bagi peserta kecuali ada one time top up dari pendiri perusahaan, dikonversi baru menarik," kata Ogi.
Untuk opsi ketiga ini, pengurus atau pendiri dana pensiun perlu mendapatkan persetujuan dari anggotanya untuk mengonversi DPMP menjadi dana pensiun iuran pasti. Setelah dikonversi, pengelolaannya bisa diserahkan kepada Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).