Bank Digital RI Raup Marjin Bunga Tinggi di Q3, Siapa Paling Menarik?
Marjin bunga bersih atau net interest margin (NIM) sejumlah bank digital di Indonesia yang cenderung tinggi menjadi daya tarik investor. Meski begitu, analis mengingatkan faktor risiko yang juga perlu dicermati agar investor lebih jeli dalam memilih emiten bank berbasis teknologi.
Mengacu pada laporan keuangan perbankan untuk triwulan III-2023, ada beberapa bank digital yang terpantau memiliki marjin bunga bersih hingga 10% atau bahkan lebih. Sea Bank misalnya, melaporkan capaian NIM sebesar 18,75%. Pencetak NIM tertinggi berikutnya Amar Bank sebesar 18,78%.
Selanjutnya, Bank Neo Commerce (BBYB), yang belum melaporkan kinerja keuangan karena sedang mempersiapkan aksi korporasi, membukukan NIM hingga 16,15% pada semester I-2023. Sementara itu, Krom Bank (BBSI), Bank Jago (ARTO) dan Allo Bank (BBHI) melaporkan NIM masing masing 11,65%, 9,97% dan 8,82%.
Analis Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis, menjelaskan imbal hasil kredit bank digital terbilang tinggi karena eksposur kreditnya terfokus pada segmen ritel (consumer lending) dan mass market. Kondisi tersebut berbeda dengan bank besar yang eksposur kreditnya jauh lebih lengkap, terutama segmen kredit korporasi berbunga rendah. Maka dari itu, NIM bank besar secara agregat terlihat lebih kecil, sekalipun bunga kredit mereka di segmen mass market dan consumer finance relatif beda tipis dengan bank digital.
Azis menambahkan, meski banyak bank digital memiliki NIM tinggi, investor juga mesti jeli dalam melihat indikator keuangan lainnya. Terutama pada aspek biaya dana (cost of fund/CoF), rasio NPL dan biaya kredit. Bank yang terlalu ekspansif tanpa memperhatikan aspek kehati hatian bisa menjadi bumerang di kemudian hari.
"Biaya dana naik, loan yield juga ikut naik tetapi cost of credit juga naik karena NPL naik, pada akhirnya muncul concern," kata Azis, Kamis (16/11).
Tim riset Trimegah Sekuritas, dalam catatannya, juga turut memberikan pandangan terkait NIM bank digital yang tinggi, namun portofolio kreditnya terlalu terkonsentrasi pada segmen tertentu juga menimbulkan risiko. Ia menjelaskan kualitas aset juga turut menjadi perhatian para pelaku pasar di tengah kebijakan moneter ketat seperti sekarang ini.
“Suku bunga acuan sepertinya tidak akan turun dalam waktu dekat, di sisi lain ada transmisi kebijakan moneter yang membutuhkan waktu," tulis Trimegah.
"Sehingga untuk lebih fair menganalisis risk dan return-nya tidak hanya melihat NIM saja, tetapi juga memfaktorkan cost of credit sebagai dampak dari risiko yang terkandung dalam portofolio kredit."
Lebih lanjut Tim Riset menjelaskan bahwa rasio risk-adjusted NIM sebagai metrik keuangan yang lebih mencerminkan return dan risiko pengelolaan kredit perbankan. Di antara beberapa bank digital, PT Bank Jago Tbk (ARTO) memiliki keunggulan dari sisi pengelolaan dari risik risiko (risk) dan imbal hasil (return).
“ARTO memiliki NIM 10% dan cost of credit 4,4% per September 2023, artinya risk-adjusted NIM masih 5,6% ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional rata-rata dan bank digital lain,” ujar dia.
Menurut dia, Bank Jago dapat menyeimbangkan antara ekspansi dan manajemen risiko. Meskipun secara NIM, Bank Jago memang tidak setinggi Seabank, Bank Neo Commerce ataupun Krom Bank, tetapi kinerja bottom line-nya tetap paling menjanjikan. Apalagi, integrasi Jago dengan ekosistem GOTO semakin dalam, setelah keduanya merilis produk bersama GoPay Tabungan by Jago yang diprediksi akan mengerek pertumbuhan dana murah (CASA).
“Pada kasus ARTO, risk exposure dapat dikelola dengan strategi diversifikasi portofolio kredit sehingga ada balance dari sisi risk and return yang dapat mencerminkan manajemen portofolio yang lebih prudent,” ungkapnya.