Rupiah Tembus Rp 16.000/US$, Ramai Orang Tukar Dolar AS?
Mata uang rupiah melemah hingga menyentuh level Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat. Bagaimana tren transaksi dolar AS di Indonesia?
Akuntan Perusahaan Pedagang Valuta Asing Haji La Tunrung Rina mengatakan, transaksi nilai tukar sepi saat libur Lebaran karena banyaknya warga yang mudik. Haji La Tunrung pun tutup pada 10 – 11 April.
Sepanjang hari ini, ada 20 orang yang menukarkan atau membeli mata uang asing ke rupiah. "Belum ada yang membeli dolar AS. Hanya membeli dolar Singapura dan ringgit Malaysia," kata Rina kepada Katadata.co.id, Jumat (12/4).
Meski sepi, ada dua orang yang menukarkan dolar AS ke rupiah pada Jumat (12/4) per pukul 15.10 WIB.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tembus Rp 16.000 sejak Kamis (11/4). Nilainya menjadi Rp 16.124 per dolar AS atau melemah 0,69% per pukul 17.08 WIB, menurut Google Finance.
Data Bloomberg pada Jumat pekan lalu menunjukkan, rupiah masih di level Rp 15.848 per dolar AS.
Reuters melaporkan, dolar AS menguat terhadap seluruh mata uang global pada Rabu (10/4). Penguatan terjadi setelah inflasi Amerika pada Maret di atas perkiraan analis, yakni naik 1,07% menjadi 105,2. Kenaikan ini yang terbesar sejak Maret 2023.
Imbas data tersebut, pelaku pasar memperkirakan bank sentral Amerika yakni The Fed akan menunda penurunan suku bunga acuan dari Juni menjadi September. "Inflasi inti naik selama empat bulan berturut-turut. Ini berarti, waktu pelonggaran The Fed akan diundur," kata Kepala Ekonom SMBC Nikko Securities Joseph Laorgna.
Risalah rapat pertemuan terakhir The Fed menunjukkan, para pejabat bank sentral mulai khawatir dengan inflasi dan harus mempertahankan suku bunga tinggi untuk waktu yang lebih lama.
“The Fed tidak punya alasan untuk menurunkan suku bunga ketika masih berjuang melawan inflasi,” kata Presiden Mahoney Asset Management Kenneth Mahoney.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia atau BI Erwin Haryono pada Jumat pekan lalu (5/4) menyampaikan, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret US$ 140,4 miliar.
Nilai cadangan devisa tersebut turun dibandingkan Februari US$ 144 miliar.
"Penurunan posisi cadangan devisa ini antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah, antisipasi kebutuhan likuiditas valas korporasi, dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah seiring dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," kata Erwin di Jakarta, Jumat.
Posisi cadangan devisa itu setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal, serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
BI memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi nasional yang terjaga, seiring dengan sinergi respons bauran kebijakan yang ditempuh oleh otoritas bersama pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.