Harga Emas Tembus Rp 42 Juta per Ounce, Rekor Baru di Depan Mata
Emas berada dalam fase kenaikan baru setelah mencapai rekor tertinggi US$2.700 (Rp 42,18 juta) per ounce. Sprott Asset Management dan para analis komoditas memprediksi harga emas akan terus naik ke level yang lebih tinggi.
“Emas telah memasuki fase bullish baru, didorong oleh faktor-faktor seperti pembelian bank sentral, kenaikan utang Amerika Serikat (AS) dan potensi puncak dolar AS,” tulis Paul Wong, ahli strategi pasar di Sprott Asset Management, setelah harga logam mulia naik ke rekor baru US$2.700 per ounce pada Senin (21/10).
Menurut laporan CNBC, harga emas spot saat ini diperdagangkan pada US$ 2.729 (Rp 42,63 juta) per ounce. Adapun harga kontrak berjangka emas berada di US$2.741 (Rp 42,8 juta) per ounce.
“Meningkatnya rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) AS secara historis menyebabkan harga emas lebih tinggi karena kekhawatiran atas keberlanjutan utang, devaluasi mata uang, dan monetisasi utang,” ujar Wong seperti dikutip CNBC.
Badan Anggaran Kongres AS memperkirakan utang publik akan meningkat dari 98% dari PDB di 2023 menjadi 181% dari PDB di 2053, level tertinggi dalam sejarah negara ini.
Ketika utang meningkat, pemerintah mungkin akan mencetak uang untuk mengatasi defisit, yang dapat mendevaluasi mata uang. Tergerusnya kepercayaan pasar terhadap mata uang fiat ini meningkatkan daya tarik emas sebagai penyimpan nilai yang dapat diandalkan.
Wong mengatakan tekanan inflasi yang terus-menerus dan kondisi ekonomi makro yang sulit yang melanda ekonomi global menunjukkan bahwa bank sentral dan investor lebih cenderung mengalokasikan ke logam mulia.
Menurut data World Gold Council, pembelian bersih emas oleh bank-bank sentral pada semester pertama 2024 naik menjadi 483 ton, 5% di atas rekor sebelumnya yang ditetapkan pada semester pertama 2023.
Harga Emas Menuju US$3.000 per Ounce
Sejumlah analis memperkirakan harga emas akan terus naik hingga US$3.000 (Rp 46,87 juta) per ounce. Beberapa analis memprediksi harga logam mulia ini akan menembus US$2.800 (Rp 43,7 juta) dalam tiga bulan ke depan.
"Harga emas erlihat lebih baik sekarang dibandingkan sebelumnya. Saya rasa kita sudah mendekati US$3.000 per ounce," kata Michael Widmer, ahli strategi komoditas di Bank of America.
Widmer mengutip tingkat utang pemerintah yang meningkat dan ketidakpastian geopolitik yang meningkat sebagai alasan untuk pandangan bullish-nya.
Janji dari Israel dan musuh-musuhnya, Hamas dan Hizbullah, untuk melanjutkan pertempuran di Gaza dan Lebanon telah mengurangi harapan akan penyelesaian konflik yang sedang berlangsung di Timur Tengah.
Meningkatnya ketegangan geopolitik biasanya membuat para investor berbondong-bondong membeli aset-aset safe haven seperti emas. Investor termotivasi oleh keinginan untuk melindungi diri dari risiko dan ketidakstabilan di pasar global.
Analis Citi juga berpendapat emas akan mencapai US$3.000 dalam enam hingga sembilan bulan ke depan. Jika harga minyak melonjak karena eskalasi jangka pendek di Timur Tengah, emas akan mengalami kenaikan.
Meskipun terjadi penurunan permintaan retail di Cina selama tiga bulan terakhir, harga emas masih berkinerja sangat baik. Menurut Citi, hal ini mencerminkan kesediaan pembeli untuk membayar harga yang lebih tinggi.
Vivek Dhar dari Commonwealth Bank of Australia mengatakan ia melihat harga emas rata-rata akan mencapai US$3.000 (Rp 46,87 juta) pada kuartal keempat 2025 sebagai akibat dari pelemahan yang terus-menerus dalam dolar AS.
Namun, Dhar memperkirakan harga emas akan mencapai rata-rata US$2.800 (Rp 43,7 juta) pada kuartal ini. Citi baru-baru ini meningkatkan pandangan mereka, juga memprediksi harga emas akan mencapai US$2.800 dalam tiga bulan.