Sistem Core Tax Berlaku Januari 2025, Ini Rincian Tata Cara Pajak Terbaru
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Dalam regulasi tersebut, Kemenkeu juga merinci penerapan Core Tax Administration System (CTAS) atau Coretax.
PMK yang terdiri dari 642 halaman itu mengatur pelaksanaan pembaruan sistem administrasi perpajakan yang lebih transparan, efektif, efisien, akuntabel, dan fleksibel. "Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025," tulis beleid tersebut, dikutip, Kamis (7/11).
PMK yang memiliki sebanyak 484 pasal ini mengatur tujuh ruang lingkup. Dalam Pasal 2 tertulis tujuh ruang lingkup PMK yaitu pertama mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan dan penerbitan, penandatanganan, serta pengiriman keputusan dan dokumen elektronik.
Kedua yaitu tata cara pendaftaran wajib pajak (WP), pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP), dan pendaftaran objek pajak pajak bumi dan bangunan (PBB). Ketiga adalah tata cara pembayaran dan penyetoran pajak, pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, imbalan bunga, serta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Lalu yang keempat dan kelima adalah tata cara penyampaian dan pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan/masa dan pemberian pelayanan administrasi perpajakan. Sementara ruang lingkup keenam yaitu ketentuan teknis pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan dan ketujuh yaitu contoh format dokumen dan contoh penghitungan, pemungutan, dan atau pelaporan.
Ketentuan mengenai Coretax ada pada Pasal 464. Dalam Pasal 464, diatur pelaksanaan hal dan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak atas satu atau lebih tempat kegiatan usaha sejak masa pajak Januari 2025 dan tahun pajak 2025 untuk jenis pajak bumi dan bangunan, harus dilakukan secara terpusat. Hal itu dilakukan dengan menggunakan nomor pokok wajib pajak yang terdaftar sesuai tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak.
Selanjutnya Pasal 466 menyebutkan tata cara pembayaran akan ditentukan lebih lanjut oleh Ditjen Pajak dan Ditjen Perbendaharaan. Kedua ditjen ini akan menetapkan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran pajak dalam mata uang dolar AS. Selain itu juga tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan imbalan bunga.
Sementara itu, dalam Pasal 467, Ditjen Pajak serta Ditjen Bea dan Cukai juga akan menetapkan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengecualian pemungutan Pajak penghasilan (PPh 22) yang merupakan pajak yang dikenakan terhadap badan usaha yang terlibat dalam kegiatan perdagangan impor, ekspor, atau re-impor.
Jatuh Tempo Setor Pajak
Pemerintah juga mengubah jatuh tempo penyetoran beberapa jenis pajak. Hal itu diatur dalam Pasal 94 yang menyatakan pajak yang terutang wajib dibayar dan disetor sebelum melewati tanggal jatuh tempo.
"Pembayaran dan penyetoran sebagaimana dimaksud, wajib dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir,” tulis beleid tersebut.
Ketentuan perubahan jatuh tempo pembayaran ini berlaku untuk:
1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2
2. PPh Pasal 15
3. PPh Pasal 21
4. PPh Pasal 22
5. PPh Pasal 23
6. PPh Pasal 25
7. PPh Pasal 26
8. PPh minyak bumi dan atau atau gas bumi dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan atau atau gas bumi yang dibayarkan setiap masa pajak.
9. Pajak pertambahan nilai (PPN) yang terutang atas pemanfaatan barang kena pajak (BKP) tidak berwujud dan atau jasa kena pajak (JKP) dari luar daerah pabean.
10 PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri.
11. Bea Meterai yang dipungut oleh pemungut bea meterai
12. Pajak penjualan
13. Pajak karbon yang dipungut oleh pemungut pajak karbon.