OJK Terbitkan Tiga POJK untuk Penguatan BPR dan BPRS
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan tiga peraturan baru untuk memperkuat Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS).
Aturan yang pertama adalah POJK Nomor 23 Tahun 2024 tentang Pelaporan Melalui Sistem Pelaporan OJK dan Transparansi Kondisi Keuangan bagi BPR dan BPRS (POJK Pelaporan dan TKK BPR dan BPR Syariah). Aturan kedua, POJK Nomor 24 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset Bank Perekonomian Rakyat Syariah (POJK Kualitas Aset BPR Syariah).
Aturan ketiga adalah POJK Nomor 25 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola Syariah Bagi Bank Perekonomian Rakyat Syariah (POJK Tata Kelola Syariah BPR Syariah).
Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, mengatakan POJK Pelaporan dan TKK BPR dan BPRS disusun sebagai upaya meningkatkan pengawasan berbasis teknologi dan transparansi kondisi keuangan BPR dan BPRS. Hal ini dilaksanakan dengan digitalisasi laporan yang masih disampaikan secara luring, serta dilakukan penyesuaian cakupan laporan dan tata cara publikasi laporan.
Selain itu, POJK ini juga sebagai landasan hukum atas penyampaian seluruh laporan BPR dan BPR Syariah. Baik laporan berkala maupun insidental, kepada OJK melalui Aplikasi Pelaporan Online Otoritas Jasa Keuangan (APOLO). Ini sejalan dengan upaya meningkatkan efisiensi pelaporan BPR dan BPR Syariah.
Substansi pengaturan yang diatur dalam POJK tentang Pelaporan dan TKK BPR dan BPR Syariah antara lain sebagai berikut:
1. Pelaporan yang disampaikan oleh BPR dan BPR Syariah kepada OJK dengan mengatur penyampaiaan laporan melalui APOLO, baik laporan berkala maupun incidental, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Simplifikasi pelaporan BPR dan BPR Syariah dengan cara mengurangi beban jumlah laporan melalui penggabungan periodisasi laporan sejenis dan mengurangi redundansi penyampaian laporan;
3. Meningkatkan transparansi kondisi keuangan kepada masyarakat antara lain dengan penambahan akses terhadap laporan tahunan dan laporan keuangan publikasi melalui situs web BPR dan BPR Syariah.
POJK 23/2024 ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 2024 dan mencabut keberlakuan POJK Nomor 48/POJK.03/2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat.
"Selanjutnya, POJK Nomor 24 Tahun 2024 untuk mengatur kualitas aset BPRS disusun sebagai upaya membangun industri BPRS yang sehat dan memiliki daya saing tinggi dengan senantiasa memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko kegiatan usaha," kata Ismail dalam keterangan resmi, Senin (30/12). Khususnya, pengelolaan aset dengan tetap memperhatikan prinsip syariah.
POJK Kualitas Aset BPR Syariah merupakan tindak lanjut atas amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan merupakan perwujudan dari Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah 2023-2027 serta Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah 2024-2027.
POJK ini juga merupakan penyempurnaan atas POJK Nomor 29/POJK.03/2019 tentang Kualitas Aset Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan memuat penyesuaian pengaturan, antara lain mengenai:
1. Penyelarasan peraturan mengenai Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) serta kegiatan usaha yang diperkenankan sesuai dengan UU P2SK
2. Penerbitan standar akuntansi keuangan entitas privat (SAK EP) yang merupakan pengganti dari standar akuntansi keuangan entitas tanpa akuntabilitas publik (SAK ETAP) yang akan berlaku 1 Januari 2025;
3. Penegasan peran Dewan Pengawas Syariah dalam kebijakan pembiayaan dan prosedur pembiayaan sejalan dengan UU P2SK, ketentuan mengenai manajemen risiko BPR Syariah, serta ketentuan mengenai tata kelola syariah bagi BPR Syariah;
4. Penambahan pilar pemenuhan prinsip syariah dalam cakupan pedoman kebijakan pembiayaan BPR Syariah
5. Penyelarasan dengan ketentuan terkini dan ketentuan yang berlaku bagi BPR serta penyempurnaan pengaturan yang berbasis prinsip.
Pokok pengaturan POJK Kualitas Aset BPR Syariah terdiri atas perluasan cakupan aset produktif, penambahan pengaturan mengenai aset nonproduktif, kualitas aset produktif, penyisihan penilaian kualitas aset dan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Restrukturisasi pembiayaan, properti terbengkalai, agunan yang diambil alih, hapus buku, serta kebijakan pembiayaan dan prosedur pembiayaan.
Selanjutnya, POJK Nomor 25 Tahun 2024 diterbitkan sebagai upaya penguatan tata kelola syariah pada BPRS termasuk peningkatan kewenangan dan peran Dewan Pengawas Syariah atau DPS. POJK Tata Kelola Syariah BPR Syariah merupakan tindak lanjut dari amanat UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU P2SK serta merupakan perwujudan dari Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah 2023-2027 serta Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah 2024-2027.
Dalam penyusunannya, selain mempertimbangkan masukan yang berasal dari pemangku kepentingan, POJK ini juga memperhatikan pedoman umum governansi entitas syariah Indonesia 2023. Ini diterbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governansi serta standar IFSB-10 Guiding Principles on Shariah Governance Systems for Institutions Offering Islamic Financial Services.
POJK ini melengkapi framework tata kelola di BPR Syariah yang mencakup tata kelola umum atau berdasarkan POJK Nomor 9 Tahun 2024 tentang penerapan tata kelola bagi BPR dan BPRS serta tata kelola syariah sebagaimana diatur dalam POJK ini.
Penguatan peran DPS dalam POJK ini semakin menegaskan pentingnya peran dan fungsi DPS dalam mengawasi penyelenggaraan kegiatan bank syariah agar sesuai dengan prinsip syariah.