Mengapa Rencana Bank BUMN Naikkan Bunga Deposito Valas Bikin Rupiah Jeblok?
Keempat bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kompak mengumumkan rencana penyesuaian bunga deposito valas menjadi 4% berlaku mulai 5 November 2025. Rencana ini diduga memicu rupiah melemah hingga menembus level Rp 16.700 per dolar AS pada pekan ini.
Pengumuman tingkat bunga deposito valas ini diumumkan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) melalui masing-masing website bank pada Rabu (24/9). Bunga deposito valas sebesar 4% berlaku untuk tenor 1 bulan hingga 12 bulan untuk seluruh tiering atau tingkatan simpanan berdasarkan jumlahnya.
Tingkat bunga yang baru ini jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat bunga deposito valas yang saat ini masih berlaku umum dan tercantum dalam website masing-masing bank. Bank Mandiri dan BNI saat ini memberikan bunga deposito simpanan valas berkisar 0,75% hingga 1,75%, bunga deposito valas BRI berkisar antara 1,75% hingga 2%, sedangkan BTN menawarkan bunga 0,2% hingga 2,25%.
Rencana kenaikan bunga deposito valas menjadi 4% juga berbalik dibandingkan langkah penurunan tingkat bunga penjaminan LPS untuk simpanan valas. LPS menurunkannya 25 bps pada awal pekan ini menjadi 2%.
Rupiah Melemah ke 16.700 per Dolar AS
Rencana kompak bank BUMN ini diduga menjadi penyebab melemahnya nilai tukar rupiah pada pekan ini. Dalam sepekan ini, rupiah melemah lebih dari 130 poin dan ditutup di level Rp 16.738 per dolar AS berdasarkan data Bloomberg.
Ekonom Senior sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menjelaskan, dampak dari kenaikan bunga deposito bank-bank Himbara terhadap likuiditas rupiah, nilai tukar, hingga kinerja perbankan secara luas. Penjelasan disampaikan Chatib melalui akun X-nya sebagai bahan diskusi tertuju bagi para mahasiswa kelas pengantar ekonomi makro ekonomi.
"Kasus yang menarik untuk dipelajari: Apa dampak menaikkan bunga deposito USD pada bank Himbara dengan tujuan menarik arus modal kembali ke Indonesia. Gunakan kerangka ekonomi makro. Apakah akan ada capital inflow dengan policy ini? Apakah ada kemungkinan rupiah justru melemah?," tulis Chatib, dikutip Minggu (28/9).
Dari sisi likuiditas, menurut dia, kenaikan suku bunga deposito dolar AS di dalam negeri akan menjadi insentif bagi deposan untuk mengalihkan aset dari rupiah ke dolar AS. Hal ini dapat menyebabkan permintaan terhadap dolar AS seiring langkah masyarakat/korporasi menukarkan rupiah ke dolar.
Konsekuensinya, menurut Chatib, adalah likuiditas rupiah di pasar menurun karena rupiah keluar dari sistem perbankan untuk ditukar ke dolar AS. Kondisi ini, menurut dia, dapat menimbulkan pengetatan likuiditas rupiah di pasar uang domestik sehingga suku bunga pasar rupiah dapat meningkat.
Kenaikan bunga deposito juga dapat berdampak pada nilai tukar. Permintaan dolar yang meningkat karena lebih menariknya bunga deposito dolar AS dapat menimbulkan tekanan depresiasi rupiah. Ini terutama dapat terjadi jika selisih bunga USD di bank Indonesia dengan rupiah mengecil sehingga investor mungkin melihat dolar AS lebih atraktif karena lebih aman dan mengurangi risiko kurs.
"Hasilnya: rupiah melemah terhadap dolar. Namun jika BI melakukan intervensi atau menaikkan bunga rupiah untuk menjaga daya tariknya, dampaknya bisa berbeda," kata Chatib.
Selain terhadap likuiditas dan nilai tukar, menurut dia, kenaikan bunga deposito bank BUMN tentunya memiliki dampak pada masing-masing bank. Dari sisi pendanaan, bank dapat memperoleh tambahan dolar AS dalam bentuk simpanan deposito valas.
Namun, ia mengingatkan, dana dalam rupiah berpotensi berkurang, karena nasabah memindahkan aset rupiahnya ke dolar AS. Di sisi lain, bank juga harus menyalurkannya menjadi kredit seiring tambahan dana valas.
Dengan demikian, menurut dia, ada dua risiko besar yang dihadapi bank. Pertama, bank berisiko lebih terpapar ketidakseimbangan antara kewajiban dan aset dalam dolar AS. Kedua, risiko pengetatan likuiditas rupiah di perbankan sehingga dapat mendorong persaingan bunga deposito rupiah.
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian pun menjelaskan hal serupa. Menurut dia, ketika bunga deposito dolar AS naik, apa yang terjadi pertama kali bukanlah masuknya dana asing melainkan pergeseran dana di dalam negeri dari rupiah ke dolar AS.
"Bank dapat tambahan funding dalam USD, tetapi dari mana? Dari penukaran rupiah yang terjadi di dalam sistem. Terjadi penambahan permintaan akan dolar," kata dia.
Dana dolar yang terkumpul ini, menurut dia, hanya akan menambah sisi kewajiban bank, tanpa aset baru yang menopang. Namun, menurut dia, tak berarti kenaikan bunga deposito valas tak tepat untuk meningkatkan likuiditas dolar AS di tanah air.
Menurut dia, jika kekhawatiran terhadap kelebihan likuiditas dolar dari kenaikan deposito valas dapat diatasi dengan penyaluran kredit atau instrumen baru lainnya, maka ketakutan akan nilai tukar rupiah yang terus melemah akibat kenaikan bunga deposito valas akan sirnah. "Rupiah bisa berubah jadi menguat tajam, kembali ke level 16.000 atau lebih kuat
Bantahan Purbaya soal Bank BUMN Kerek Bunga Deposito Valas
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya membantah berada di balik kebijakan bank-bank BUMN menaikkan bunga deposito valuta asing (valas) menjadi 4%. Ia mengeluhkan banyak pihak menuduhnya mengarahkan perbankan meningkatkan bunga deposito valas tersebut.
“Saya nggak pernah nyuruh Danantara atau Kementerian Keuangan atau bank untuk naikin bunga deposito seperti itu,” kata Purbaya di Gedung Kementerian Keuangan, akhir pekan lalu.
Ia menjelaskan dirinya hanya pernah membahas terkait adanya kemungkinan insentif bagi pemilik valas. Dengan begitu akan memindahkan dana dari luar negeri ke Indonesia. Namun, Purbaya menegaskan kebijakan insentif tersebut belum final.
“Itu masih belum selesai, masih ada risiko yang mesti dihitung,” ujar Purbaya.
Purbaya menegaskan perbankan tetap akan beroperasi sesuai mekanisme pasar. Ia menilai, praktik bisnis masih akan sesuai dengan kondisi pasar dan market base dan tidak ada intervensi langsung dari Kementerian Keuangan.
BI Jor-Joran Intervensi Rupiah
Kurs rupiah melemah hingga menembus level Rp 16.700 per dolar AS sejak Kamis (25/9) atau sehari setelah Bank BUMN mengumumkan kenaikan bunga deposito valas. Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan seluruh instrumen kebijakan moneter telah digerakkan secara maksimal untuk memastikan rupiah tetap bergerak sesuai fundamentalnya.
“BI menggunakan seluruh instrumen yang ada secara bold, baik di pasar domestik melalui instrumen spot, DNDF, dan pembelian SBN di pasar sekunder, maupun di pasar luar negeri di Asia, Eropa, dan Amerika secara terus menerus, melalui intervensi NDF,” ujar Perry dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (26/9).
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus tertekan. Pada perdagangan Kamis (25/9), rupiah ditutup melemah 64 poin atau 0,39% di level Rp 16.749 per dolar AS, melanjutkan pelemahan pada hari sebelumnya hingga 80 poin di level Rp 16.684 per dolar AS. Adapun pada perdagangan Jumat (26/9), rupiah ditutup di level Rp 16.738 per dolar AS.
Menurut Perry, semua langkah intervensi tersebut dapat meredam gejolak nilai tukar. “Bank Indonesia yakin bahwa seluruh upaya yang dilakukan dapat menstabilkan nilai tukar rupiah, sesuai nilai fundamentalnya,” katanya.
BI juga mengajak seluruh pelaku pasar untuk bersama-sama menjaga iklim pasar keuangan tetap kondusif agar stabilitas rupiah dapat tercapai dengan baik.
