Tantangan Berat Keuangan Syariah RI: Potensi Besar tapi Akses Masih Terbatas

Rahayu Subekti
14 Oktober 2025, 13:23
Keuangan
ANTARA FOTO/Ampelsa/nz.
Sejumlah pengunjung dari berbagai daerah menyaksikan keindahan Masjid Raya Baiturrahman, di Banda Aceh, Aceh, Sabtu (4/10/2025). Kementerian Agama (Kemenag) terus memperkuat peran masjid sebagai pusat ibadah, sekaligus pusat pemberdayaan masyarakat, lewat penyiapan sejumlah program strategis melalui Masjid Berdaya dan Berdampak (Madada) yang mencakup pembinaan dan standardisasi SDM takmir, penyediaan fasilitas ramah difabel, pemberdayaan UMKM di sekitar masjid, serta penguatan literasi keagamaan.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Indonesia masih menghadapi tantangan besar untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah. Meskipun pemahaman masyarakat terhadap keuangan syariah terus membaik, namun tingkat akses dan penggunaannya masih tertinggal jauh.

Literasi keuangan syariah sendiri merupakan pengetahuan, pemahaman, dan sikap masyarakat terhadap keuangan syariah. Sementara inklusi berfokus pada akses dan sejauh mana penggunaan layanan keuangan syariah dari masyarakat.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pusat Statistik (BPS), indeks literasi keuangan syariah mencapai 43,42%, sementara tingkat inklusinya baru 13,41%.

Kesenjangan ini menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang sudah mengenal keuangan syariah, tetapi belum memanfaatkannya secara nyata. Meski demikian, capaian ini tetap lebih baik dibanding tahun 2024, ketika literasi baru 39,11% dan inklusi 12,88%.

Sebagai perbandingan, literasi keuangan nasional secara umum pada 2025 sudah mencapai 65,43%, dan inklusi keuangannya mencapai 75,02%. Artinya, sektor keuangan syariah masih memiliki pekerjaan rumah besar untuk memperluas jangkauan layanan dan akses masyarakat.

Pemahaman dan Akses Jadi Kendala

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengungkapkan, masih ada sejumlah tantangan yang membuat penggunaan produk keuangan syariah belum sejalan dengan tingkat literasinya.

Tantangan utama terletak pada pemahaman terhadap produk dan layanan keuangan syariah yang belum cukup baik. Jika dibandingkan dengan keuangan secara umum, tingkat literasi dan inklusi syariah masih jauh lebih rendah.

Sebagai perbandingan, indeks literasi keuangan nasional pada 2025 telah mencapai 65,43%, sementara inklusi keuangan nasional mencapai 75,02%.

Selain rendahnya pemahaman, Kiki menambahkan bahwa keterbatasan akses, terutama di wilayah pedesaan, juga menjadi kendala utama. “Adanya keterbatasan akses, khususnya di wilayah pedesaan,” kata Friderica yang kerap disapa Kiki dalam konferensi pers rapat dewan komisioner (RDK) OJK, Kamis (9/10).

Ia juga menyoroti bahwa ragam produk dan layanan yang ditawarkan pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) belum optimal. Padahal, potensi pasar keuangan syariah di Indonesia sangat besar mengingat mayoritas penduduknya beragama Islam.

Industri Syariah Tumbuh Positif

Meski inklusi masih rendah, industri keuangan syariah nasional tetap menunjukkan kinerja yang solid. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan total aset keuangan syariah nasional per Juni 2025 mencapai Rp 2.972,94 triliun, tumbuh 8,21% secara tahunan.

“Pertumbuhan aset keuangan syariah ini disertai pangsa pasar sebesar 11,47% terhadap industri keuangan nasional,” ujar Dian.

Aset sektor perbankan syariah meningkat 7,83% (yoy) menjadi Rp 967,33 triliun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset perbankan nasional (6,40%) dan konvensional (6,29%).

Pangsa pasar perbankan syariah terhadap perbankan nasional kini mencapai 7,41%. Di sisi lain, aset pasar modal syariah tumbuh 8,23% (yoy) menjadi Rp 1.828,25 triliun, sementara aset industri keuangan non-bank (IKNB) syariah naik 10,20% menjadi Rp 177,32 triliun.

Data tersebut menunjukkan potensi besar keuangan syariah di Indonesia, meskipun pemanfaatannya masih terkendala oleh akses dan pemahaman masyarakat.

Dengan kolaborasi lintas sektor dan inovasi produk yang selaras dengan kebutuhan masyarakat, keuangan syariah diharapkan mampu menjadi salah satu pilar penting dalam memperluas inklusi keuangan dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional.

Langkah Mendorong Inklusi

Untuk mempersempit kesenjangan antara literasi dan inklusi, OJK terus memperkuat kolaborasi dan program pengembangan keuangan syariah. Beberapa langkah strategis yang dilakukan antara lain:

  1. Rapat Berkala Komite Pengembangan Keuangan Syariah (KPKS)
    Membahas rekomendasi pengembangan sektor keuangan syariah, termasuk roadmap perbankan syariah, strategi rasio utang, bisnis bullion syariah, hingga isu aset kripto syariah.
  2. Kolaborasi dengan PT Permodalan Nasional Madani (PNM)
    Melalui program Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah (Sicantiks), OJK melatih ibu rumah tangga sebagai duta literasi untuk meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan terhadap aktivitas keuangan ilegal.
  3. Program School of Syariah (SOS)
    Memberdayakan penyuluh agama sebagai duta literasi keuangan syariah, serta mengoptimalkan peran BUMDes dalam Ekosistem Pusat Inklusi Keuangan Syariah (EPIKS) sebagai agen layanan syariah.
  4. Indonesia Sharia Financial Olympiad (ISFO)
    Melalui kompetisi Cerdas Cermat Keuangan Syariah dan Wirausaha Muda Syariah (WMS) untuk mendorong generasi muda memahami prinsip dan potensi keuangan syariah.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...