Ketika Rumah Tak Lagi Jadi Mimpi, Ini Strategi untuk Gen Z Menata Uang

Nur Hana Putri Nabila
15 November 2025, 10:38
gen z, perencanaan keuangan
Katadata/Fauza Syahputra
Sesi sharing Financial Healing yang digelar Katadata di Taman Literasi Blok M pada Jumat (14/11).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Generasi muda sering dihadapkan pada pilihan sulit antara menikmati hidup sekarang atau menjaga kondisi finansial tetap waras. Muncul pertanyaan klasik: strategi apa sih yang paling masuk akal untuk Gen Z menata gaya hidup, berinvestasi, dan tetap punya tabungan masa depan?

Head of Mandiri Institute, Andre Simangunsong menjelaskan pola investasi setiap generasi memang berveda. Berdasarkan Mandiri Spending Index, yang memetakan kebiasaan belanja lintas generasi, terlihat jelas tiap generasi punya cara sendiri memaknai uang dan prioritas.

Perubahan itu muncul di tengah ekonomi yang meningkat. Pertumbuhan PDB Indonesia yang sempat 4,8% pada kuartal I kembali menembus level di atas 5% sejak kuartal II hingga kuartal III 2025. Andre memproyeksikan ekonomi tahun ini bisa ditutup di kisaran 5,07%–5,10%, disokong konsumsi rumah tangga yang kini banyak digerakkan Gen Z.

Rumah Bukan Pilihan Investasi Gen Z

Namun daya beli kuat tidak berarti mereka mengejar rumah sebagai tujuan hidup. Andre mencontohkan anak muda di timnya, yang terdiri dari lima hingga enam orang Gen Z, mengaku tidak punya niat membeli rumah. “Mereka bilang, buat apa punya rumah?” ujarnya dalam acara Financial Healing yang digelar Katadata di Jakarta, Jumat (14/11).

Menurutnya, banyak Gen Z melihat pengalaman generasi sebelumnya sebagai peringatan keras. Baby boomers masih dapat membeli tanah dan properti ketika harganya relatif jinak. “Dulu mungkin gaji orang tua kita cuma Rp 500 ribu atau Rp 1 juta. Tapi dengan Rp 1 juta, bisa membeli 100 meter tanah. Sekarang enggak begitu,” kata Andre.

Baby boomers pun umumnya punya aset lebih dari satu, mulai dari rumah, tanah, sampai apartemen.Kondisi saat ini berbeda jauh. Dengan gaji Rp 5–8 juta sebulan di Jakarta, membeli tanah atau membangun rumah sudah makin tidak realistis.

Itu sebabnya Gen Z lebih memilih membangun fleksibilitas finansial lewat instrumen yang lebih likuid dan relevan dengan gaya hidup mereka.

Data Mandiri juga menunjukkan arah uang mengalir dari tiap generasi. Untuk Gen Z, milenial, dan Gen X, kategori pengeluaran terbesar adalah restoran, dengan porsi Gen Z menembus lebih dari 20%. Sementara baby boomers masih memprioritaskan kebutuhan rumah tangga.

Meski pola belanjanya beda, Andre tetap memberi patokan dasar: dari total pendapatan, minimal 20–30% perlu ditabung. Dari 70% sisanya yang dipakai untuk kebutuhan pokok, sekitar 50% idealnya dialokasikan untuk mencicil atau membeli aset bernilai seperti investasi, emas, atau reksa dana.

Adapun 20% terakhir boleh dipakai untuk hiburan, termasuk makan di restoran atau memberi diri sendiri hadiah kecil.

Financial Educator, Founder DNA Finance, Aliyah Natasya mengatakan bahwa krisis keuangan kini selalu menjadi bagian dari hidup. Ia pun menekankan pentingnya mengalokasikan uang pada aset yang tepat, seperti emas, yang dapat melindungi nilai kekayaan dari inflasi. 

 Ia juga menyoroti bahwa setiap krisis biasanya diikuti kenaikan harga emas, sehingga emas menjadi instrumen yang efektif untuk menghadapi biaya hidup yang semakin tinggi.

“Kalian tahu enggak, sebelum kalian lahir lagi, tahun 1994, harga emas itu cuma Rp25.000. Dan sekarang, harga 2025, harga emas tuh Rp 2.300.000. Jadi bisa dibayangkan, sebenarnya naiknya ini luar biasa banget,” ucapnya.

Karena itu selain menabung, ia menyarankan untuk  memiliki aset lain dengan melakukan diversifikasi. “So, one of the thing, kenapa kamu harus mengelola uang, bijak membelanjakan, adalah karena hidup kita itu akan lebih mahal besok-besoknya lagi,” kata Aliyah. 

Lifestyle Sehat Bagian dari Investasi

Di sisi lain, Creative Lead PT Bank Jago Tbk (ARTO) Alpine Jataku Pribadhy menjelaskan bahwa gaya hidup lifestyle yang sehat tidak lepas dari keseimbangan keuangan yang sehat. Ia menyebut pentingnya kesadaran diri dan kesehatan mental bagi Gen Z dalam menjaga quality of life

Menurutnya, berbeda dengan generasi sebelumnya yang hanya fokus pada kondisi fisik, kini lelahnya mental juga perlu diperhatikan. Menurutnya, konsep self-reward pun muncul sebagai cara untuk meningkatkan kebahagiaan, sementara quality of life tetap bersifat personal dan bergantung pada individu masing-masing.

“Karena yang mungkin, menjadi kesalahan adalah saat kita mengikuti orang lain gitu. Kayak orang lain misalkan, punya rumah gitu, atau jalan-jalan luar negeri gitu. Kita jadi tertarik buat memiliki itu, padahal bisa aja bukan itu yang kita butuhkan,” ujarnya.  

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nur Hana Putri Nabila
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...