Surplus Perdagangan RI Naik, Sinyal Ekonomi Tetap Tangguh

Image title
1 Desember 2025, 14:32
Warga berolahraga saat hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (12/10/2025). Pemprov DKI Jakarta berencana melakukan pemetaan titik-titik strategis untuk pelaksanaan Car Free Day atau HBKB di lima wilayah administrasi
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/agr
Warga berolahraga saat hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (12/10/2025). Pemprov DKI Jakarta berencana melakukan pemetaan titik-titik strategis untuk pelaksanaan Car Free Day atau HBKB di lima wilayah administrasi yang didasarkan pada data kualitas udara sebagai upaya pengendalian polusi udara di ibu kota.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kinerja perdagangan Indonesia terus memperlihatkan resiliensi menjelang penutup tahun 2025. Neraca perdagangan mencatat surplus US$35,88 miliar sepanjang Januari–Oktober 2025, atau meningkat US$10,98 miliar dibanding periode yang sama tahun lalu. Capaian ini memperpanjang tren surplus hingga 66 bulan berturut-turut, sejak Mei 2020.

Surplus terutama ditopang ekspor nonmigas, dengan nilai surplus mencapai US$51,51 miliar, sementara migas masih mencatat defisit US$15,63 miliar.

“Neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 66 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Surplus sepanjang Januari–Oktober 2025 ditopang oleh surplus komoditas nonmigas sebesar US$51,51 miliar, sementara komoditas migas masih mengalami defisit US$15,63 miliar,” ungkap Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, di Jakarta, Senin (1/12), seperti dilansir Badan Komunikasi Pemerintah.

Kinerja ekspor juga menunjukkan tren penguatan. Total nilai ekspor tumbuh mendekati 7%, terutama didorong ekspor sektor industri pengolahan yang mencapai US$187,82 miliar, naik 15,75% dibanding periode sebelumnya.

Tiga negara tujuan ekspor terbesar masih ditempati Tiongkok, Amerika Serikat, dan India dengan kontribusi gabungan sekitar 41,84% dari total ekspor nonmigas. Tiongkok menjadi pasar utama dengan nilai US$52,45 miliar (23,51%), disusul Amerika Serikat sebesar US$25,56 miliar (11,46%), dan India US$15,32 miliar (6,87%).

Sementara itu, impor juga meningkat meski dengan pertumbuhan lebih moderat. Sepanjang Januari–Oktober 2025, impor naik 2,19%, terutama didorong kenaikan impor barang modal. Tren ini mengindikasikan aktivitas investasi dan kapasitas produksi domestik masih berekspansi.

Kombinasi kenaikan ekspor dan peningkatan impor barang modal menjadi sinyal positif bagi prospek ekonomi Indonesia. Pertumbuhan impor barang modal lazim dipandang sebagai indikator peningkatan aktivitas sektor manufaktur dan industri, yang berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi pada periode berikutnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...