Transformasi Digital Industri Keuangan, OJK dan OECD Fokus Benahi Tata Kelola AI
Transformasi keuangan digital menjadi salah satu fokus yang menyita perhatian di industri keuangan tidak hanya di kawasan Asia tetapi juga dunia. Isu ini pun menjadi fokus perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Sebagai penguatan tata kelola keuangan digital di tengah perkembangan artificial intelligence (AI) OJK bersama OECD pun menggelar Asia Roundtable on Digital Finance 2025 yang berlangsung di Bali Beach Convention Center pada 1-2 Desember 2025. Forum tersebut menyoroti pemanfaatan kecerdasan buatan (AI), tokenisasi, hingga penggunaan aset kripto yang dapat mengubah struktur pasar dan layanan keuangan global.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyatakan pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang jelas dalam memperkuat kerangka regulasi seiring percepatan inovasi digital. Menurut dia, pengawasan aset digital yang kini menjadi tugas OJK membawa tantangan besar, terutama karena belum adanya standar global yang seragam.
“Tugas ini menantang karena rekomendasi internasional masih sangat umum dan tidak ada keseragaman antarnegara, misalnya dalam klasifikasi aset,” ujar Mahendra di sela kegiatan, Senin (1/12).
Mahendra menyebut forum OECD penting untuk menyamakan persepsi dan memperkuat koordinasi. Menurut dia forum OECD memainkan peran penting untuk menemukan kesepahaman yang akan membentuk kebijakan regulator, serta mendapatkan insight dan update terbaru dari pelaku industri.
Ia menjelaskan OJK melalui Satuan Pengawasan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan dan Aset Digital terus memperkuat pendekatan pengawasan. Selain itu juga dilakukan penyesuaian atas regulasi yang berjalan untuk memastikan mitigasi risiko pada industri jasa keuangan.
“Penting bagi pendekatan pengawasan kami untuk mengikuti perkembangan pesat teknologi dan industri aset digital. Hanya dengan begitu kita dapat menjaga stabilitas sistem keuangan dan perlindungan konsumen,” kata Mahendra.
OJK Selaraskan Tata Kelola AI untuk Fintech dan Perbankan
Mahendra mengatakan perkembangan pesat AI mendorong OJK menyiapkan dasar tata kelola yang komprehensif. Hal itu dilakukan sebagai respons adopsi AI yang cepat di sektor teknologi finansial sehingga OJK mulai meletakkan fondasi tata kelola AI yang baik.
Pada 2023, OJK menerbitkan Pedoman Kode Etik AI yang Bertanggung Jawab dan Terpercaya untuk industri fintech. Sementara itu, pada April 2025, OJK mengeluarkan panduan AI bagi sektor perbankan untuk memperkuat tata kelola dan manajemen risiko dalam penggunaan model AI.
“Saya berterima kasih kepada OECD yang telah ikut mengulas dua perkembangan tersebut dalam laporan dan paper AI mereka,” ujar Mahendra.
Mahendra juga menyoroti tokenisasi sebagai tren besar yang berpotensi mengubah pasar keuangan global dalam beberapa tahun ke depan. Ia mengutip analisis berbagai lembaga yang memperkirakan nilai pasar tokenisasi mencapai US$ 2 triliun hingga lebih dari US$ 16 triliun pada 2030.
Menurut Mahendra, inovasi harus tetap berjalan seiring perlindungan konsumen dan stabilitas sistem. “Kami memastikan bahwa inovasi bergerak seimbang dengan perlindungan konsumen dan stabilitas,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi menyatakan lembaganya telah membarui pedoman kode etik kecerdasan artifisial (AI) bagi industri jasa keuangan. Hal itu dilakukan untuk memitigasi risiko industri teknologi keuangan.
“Kami melihat perkembangan terakhir membutuhkan respons cepat untuk penyesuaian dan penyempurnaan atas pedoman yang sudah ada,” kata Hasan Fawzi di sela OECD Asia Rountael on Digital Finance 2025 yang berlangsung di Sanu Senin (1/12).
Hasan menjelaskan dalam pedoman baru itu mencakup beberapa aspek di antaranya adopsi terkait antisipasi perkembangan teknologi AI terkini yaitu generatif AI sehingga butuh penyesuaian. Selain itu, memperkuat prinsip dasar kode etik AI terutama aspek perlindungan konsumen, keandalan model dan data, inklusi keuangan serta perlindungan data dan ketahanan siber.
Pedoman baru itu diluncurkan di sela forum bersama OECD di Bali itu membarui pedoman yang sebelumnya telah diterbitkan pada akhir 2023. “Perubahan (pedoman) itu didukung penuh OECD melalui proses reviu dan masukan,” ujar dia.
Pada pedoman terbaru itu, OJK menambahkan satu prinsip dasar yang harus dijalankan oleh penyelenggara perusahaan teknologi finansial (fintech) yaitu keadilan. Menurut Hasan, pedoman baru itu melengkapi enam prinsip dasar yaitu berdasarkan Pancasila, bermanfaat, wajar dan adil, akuntabel, transparan dan dapat dijelaskan, dan terakhir, ketangguhan dan keamanan.
Pemanfaatan AI di sektor keuangan meningkatkan efisiensi proses bisnis dan kecepatan transaksi. Generatif AI misalnya selain memberikan peningkatan efisiensi, juga dapat mendeteksi penyalahgunaan (fraud) lebih cepat, peningkatan kualitas layanan konsumen hingga personalisasi produk.
OECD: Asia Pusat Pertumbuhan Pasar Keuangan Global
Sementara itu, pada forum yang sama Direktur Financial and Enterprise Affairs OECD Carmine Di Noia menyatakan posisi strategis Asia sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan inovasi keuangan global.
“Selama dua dekade terakhir, Asia menjadi mesin pertumbuhan global karena industrialisasi, kemajuan teknologi, dan integrasi yang lebih dalam ke pasar keuangan dunia,” kata Carmine.
Pada forum ini, OECD juga meluncurkan laporan terbaru mengenai penggunaan AI di sektor keuangan Asia. Carmine menjelaskan bahwa penerapan AI kini merambah ke berbagai lini dalam jasa keuangan termasuk juga pasar modal dan investasi.
Menurut Carmine, institusi keuangan memanfaatkan AI untuk meningkatkan efisiensi operasional, menurunkan biaya, dan menyediakan produk yang lebih personal. Namun, risiko seperti bias algoritma, tata kelola data, serta risiko operasional dan siber perlu menjadi perhatian.
Ia pun menyatakan pentingnya kerangka kebijakan yang mampu menjaga perlindungan konsumen sekaligus mendukung inovasi. Carmine menyebut, ketika sistem AI semakin integral dalam layanan keuangan, perlindungan konsumen dan investor harus menjadi perhatian serius para pembuat kebijakan.
