Kinerja Diproyeksi Turun, Waskita Restrukturisasi Utang Rp 2,74 T
PT Waskita Karya Tbk mengumumkan telah melakukan perpanjangan tenor pinjaman senilai Rp 2,74 triliun, selama tiga sampai enam bulan dengan fasilitas supply chain financing (SCF). Tersendatnya proyek dan perkiraan penurunan pendapatan, menjadi alasan perseroan mengajukan relaksasi.
Mengutip informasi yang dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/7), Direktur Human Capital Manajemen & System Development Waskita Karya Hadjar Seti Adji mengatakan, pengajuan relaksasi atas fasilitas SCF telah disetujui oleh dewan Komisaris maupun pihak perbankan.
Perinciannya, relaksasi diajukan kepada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) untuk pinjaman sebesar Rp 1,2 triliun. Kemudian, kepada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) sebesar Rp 1 triliun, kepada PT Bank Mandiri Tbk sebesar Rp 231 miliar, dan kepada PT Bank BNI Syariah sebesar Rp 276 miliar.
“Sehubungan dengan pemenuhan kewajiban keuangan jangka pendek sebesar Rp 2,74 triliun, perseroan telah melakukan perpanjangan tenor waktu pinjaman,” kata Hadjar Seti Adji, dalam keterbukaan informasi.
Alasan Waskita Karya mengajukan relaksasi SCF adalah, karena perseroan memproyeksikan adanya penurunan pendapatan usaha yang disebabkan pandemi virus corona atau Covid-19. Penurunan pendapatan ini terjadi, karena banyak proyek tersendat imbas pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Selain itu, penurunan pendapatan usaha juga disebabkan oleh perlambatan pencapaian nilai kontrak perseroan pada semester I 2020. Selain itu, Waskita Karya juga tengah dalam masa rasionalisasi pendapatan usaha, sehubungan dengan selesainya proyek-proyek investasi jalan tol.
Adapun, untuk mempertahankan kelangsungan usaha di tengah pandemi corona, Waskita Karya telah menjalankan sejumlah strategi. Pertama, mempercepat pengerjaan proyek-proyek yang sedang berlangsung, baik yang berada di dalam maupun di luar zona merah.
Kedua, Waskita Karya akan fokus untuk mendapatkan proyek-proyek baru non-investasi yang berasal dari pasar eksternal. Ketiga, berencana ekspansi bisnis ke proyek-proyek infrastruktur di luar negeri. Untuk saat ini, perseroan tengah fokus melakukan penetrasi pasar Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika.
“Kemudian perseroan telah mengajukan relaksasi berupa penundaan pembayaran atau reschedulling, serta penurunan tingkat bunga atas fasilitas pinjaman,” ujar Hadjar.
Sepanjang kuartal I 2020, kinerja Waskita Karya tergolong kurang baik, dengan raihan laba sebesar Rp 42,49 miliar, anjlok 94,23% dibandingkan raihan periode yang sama tahun lalu, sebesar Rp 736,58 miliar.
Kinerja perseroan yang buruk ditambah dengan prospek yang kurang bagus akibat pandemi corona, membuat performa saham emiten berkode WSKT ini jeblok. Sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan Jumat (17/7), saham perseroan tercatat turun 51,18% di level Rp 725 per saham.