Pembiayaan hingga DPK Naik, BSI Bukukan Laba Tumbuh 34%
PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau Bank BSI berhasil membukukan laba bersih naik 34,29% secara year on year (yoy) menjadi Rp 1,48 triliun di semester I-2021. Capaian tersebut disertai peningkatan pengguna mobile banking yang menembus 2,5 juta user.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan kenaikan laba periode Januari-Juni tahun ini dipicu pertumbuhan pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK) yang mampu menekan biaya dana. Alhasil, pendapatan margin dan bagi hasil tumbuh 12,71% secara tahunan.
Perusahaan membukukan kenaikan pembiayaan 11,73% yoy menjadi Rp 161,5 triliun per Juni 2021. Adapun untuk DPK mencatatkan pertumbuhan 16,03% ke level Rp 216,4 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni Rp 186,5 triliun.
“Tahun ini kami fokus menjaga kualitas pembiayaan dan mengelola coverage ratio dengan tetap mendorong pertumbuhan bisnis yang sehat dan akselerasi kapasitas digital dan operasional,” kata Hery dalam keterangan resminya, Jumat (30/7).
Perolehan laba tersebut turut meningkatkan rasio profitabilitas bank syariah ini. Hal itu ditandai meningkatnya return on equity (ROE) dari 11,69% per Juni 2020 menjadi 13,84% per Juni 2021.
Untuk menjaga pertumbuhan ke depan, Hery mengatakan pihaknya akan terus meningkatkan kapabilitas digital. Apalagi, volume transaksi kanal digital BSI tumbuh signifikan sepanjang kuartal II-2021.
Hingga Juni 2021, nilai transaksi di kanal digital BSI menembus Rp 95,13 triliun. Kontribusi terbesar berasal dari layanan BSI Mobile yang naik 83,56 % secara yoy. Jika dirinci, sepanjang Januari-Juni 2021, volume transaksi di BSI Mobile mencapai Rp 41,99 triliun.
Jumlah tersebut mengalami pertumbuhan sebesar, yakni 109,82% secara yoy. Hal itu didorong jumlah user mobile banking yang menembus 2,5 juta pengguna.
Dari sisi bisnis, bank syariah milik Himbara itu berhasil menyalurkan pembiayaan hingga Rp161,5 triliun sepanjang semester I-2021. Jumlah tersebut naik 11,73% dari periode yang sama tahun lalu atau setara Rp 144,5 triliun.
Kontribusi terbanyak datang dari segmen konsumer yang mencapai Rp 75 triliun atau setara 46,5% dari total pembiayaan. Adapun segmen korporasi sebesar Rp 36,7 triliun atau sekitar 22,8%. Kemudian segmen UMKM yang mencapai Rp 36,8 triliun setara 22,9% dan sisanya segmen komersial Rp 10 triliun atau sekitar 6,2%.
Pada paruh pertama tahun ini, BSI juga mencatatkan tren penurunan rasio kredit macet atau non performing financing (NPF) gross dari 3,23% pada semester I 2020 menjadi 3,11% di enam bulan pertama tahun ini.
Untuk meningkatkan prinsip kehati-hatian, BSI juga menyiapkan dana cadangan atau cash coverage sebesar 144,07% sepanjang semester I 2021. Sedangkan dari sisi liabilitas, penghimpunan DPK BSI mencapai Rp 216,36 triliun atau naik 16,03% dibandingkan dengan periode yang sama 2020 yang hanya Rp 186,49 triliun.
Pertumbuhan tersebut didominasi peningkatan dana murah melalui layanan jasa keuangan giro dan tabungan sebesar 54,81% dari total DPK. Hal itu menurunkan biaya dana atau cost of fund dari 2,78% pada semester I 2020 menjadi 2,14% tahun ini.
Dengan kinerja tersebut BSI berhasil mencatatkan total aset sebesar Rp 247,3 triliun hingga Juni 2021. Capaian tersebut naik 15,16% yoy. Pada periode yang sama tahun lalu total aset BSI mencapai Rp 214,7 triliun.
Sebelumnya, studi yang dilakukan Inventure-Alvara menunjukkan kalau pandemi Covid-19 mampu mendorong 58% masyarakat untuk memilih lembaga keuangan prinsip Syariah. Peningkatan masyarakat yang menggunakan prinsip ekonomi Syariah dibenarkan Wakil Direktur Utama Bank Syariah Indonesia (BSI), Abdullah Firman Wibow.
Menurut dia, ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan tersebut. Ada pengaruh dari faktor eksternal yaitu financial technology atau fintech, dorongan milenial serta dorongan percepatan adanya pandemi.” kata Firman, dalam seminar bertajuk Industry Outlook 2nd Semester 2021, Rabu (28/7).
Melansir RTI, saham BBSI ditutup menguat 2,8% ke level Rp 4.410 per saham di sesi perdagangan pertama, Jumat (30/7). Padahal, awal perdagangan hari ini sahamnya dibuka stagnan dari penutupan sebelumnya pada level Rp 4.290 per saham.