Garuda Belum Masuk Holding BUMN Pariwisata, Apa Alasannya?
Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi membentuk holding pariwisata dan penunjang di bawah bendera PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero), Senin (4/10). Menariknya, maskapai penerbangan nasional, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tak tercantum sebagai anggota holding tahap pertama ini.
Berdasarkan keterangan Kementerian BUMN, terdapat lima anggota holding untuk tahap pertama yaitu, PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), PT Hotel Indonesia Natour (Persero), PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (Persero), serta PT Sarinah (Persero).
Berdasarkan rencana awal, terdapat tujuh anggota holding. Selain Garuda Indonesia, ada PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau ITDC yang akan bergabung melengkapi portofolio holding pariwisata dan penunjang.
Direktur Utama Garuda Indonesia menyampaikan, pihaknya memang belum bergabung dengan holding tersebut karena masih dalam tahap restrukturisasi sejumlah utang. Sejak pandemi Covid-19, kondisi keuangan maskapai penerbangan itu memang berdarah-darah.
"Kita tunggu saja, kami belum bergabung (dengan holding) karena menunggu restrukturisasi," kata Irfan kepada Katadata.co.id, Senin (4/10) malam.
Seperti diketahui, Garuda Indonesia tengah melakukan restrukturisasi utang. Maskapai sebenarnya sudah melakukan kesepakatan restrukturisasi dengan 11 kreditur dalam dua tahun terakhir. Kreditur terdiri dari, tiga bank milik negara, empat bank swasta, dan empat perusahaan pelat merah.
Meski begitu, sejumlah utang belum berhasil direstrukturisasi oleh Garuda Indonesia. Seperti awal September 2021, perusahaan pelat merah ini kalah dalam pengadilan arbitrase London Court of International Arbitration (LCIA), Inggris. Gugatan ini diajukan oleh dua perusahaan yang menyewakan pesawat atau lessor, yaitu Helice Leasing SAS dan Atterisage SAS. Keduanya di bawah manajemen Goshawk.
Secara umum, Garuda Indonesia menyatakan akan melakukan percepatan penyelesaian restrukturisasi utangnya. Targetnya proses restrukturisasi utang-utang ini bisa selesai tahun ini. Meski begitu, Garuda mengaku belum memutuskan jalur yang akan ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan utang atau proses restrukturisasi utang.
"Perseroan menargetkan proses restrukturisasi dapat diselesaikan pada tahun 2021," kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetio, Jumat (26/6).
Plt. Asisten Deputi Bidang Jasa Pariwisata dan Pendukung Kementerian BUMN Endra Gunawan mengatakan, holding ini bersifat ekosistem untuk mengintegrasikan berbagai fungsi dalam menunjang sektor pariwisata. Keberadaan holding dinilai akan bermanfaat bagi seluruh pelaku di sektor pariwisata.
"Holding menjadi motor penggerak sektor pariwisata guna memberikan dampak positif bagi para pelaku usaha,” ujar Endra Gunawan.
Pembentukan holding ditandai dengan penetapan jajaran direksi dan komisaris baru Aviasi Pariwisata Indonesia yang dulunya bernama PT Survai Udara Penas. Penunjukan berdasarkan surat Menteri BUMN Erick Thohir bernomor SK-336/MBU/10/2021 dan SK-337/MBU/10/2021.
Ia mengatakan, jajaran direksi dan komisaris yang ditunjuk oleh Erick Thohir ini memiliki keahlian, kemampuan, serta pengalaman untuk membangkitkan kembali dan mengoptimalkan sektor pariwisata yang memiliki peran penting dalam perekonomian nasional.
Mantan Wakil Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Dony Oskaria, ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Aviasi Pariwisata Indonesia, sementara mantan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf akan menduduki jabatan Komisaris Utama.
“Iya betul (Dony sebagai dirut). (Kami akan) segera efektif (bekerja),” tutur Triawa kepada Katadata, Senin (4/10).
Selain kedua nama tersebut, Wakil Direktur Utama PT Angkasa Pura II Edwin Hidayat Abdullah ditunjuk menjadi Wakil Dirut. Sementara itu, mantan Direktur Human Capital BRI Herdy Rosadi Harman akan menjadi direktur.
Selain Triawan, ada tiga nama lain yang akan duduk sebagai komisaris yaitu Odo Manuhutu, Wihana Kirana Jaya, dan Elwin Mok.