Kontroversi Harga Sewa Pesawat Dianggap Mahal, Garuda Buka Suara
Manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk angkat bicara terkait keterangan mantan Komisaris Garuda Indonesia Peter Gontha yang menyatakan harga sewa pesawat yang lebih mahal dibandingkan harga normal.
Melalui keterbukaan informasi, manajemen mengatakan harga sewa pesawat dinilai mahal jika dibandingkan kondisi saat ini. Hal itu didasari nilai sewa yang berlaku pada tahun ketika pesawat tersebut diakuisisi. Harga sewanya mempertimbangkan jangka waktu sewa, tahun pembuatan, dan konfigurasi pesawat.
"Sehingga apabila harga sewa pesawat dibandingkan dengan harga sewa yang berlaku di pasar saat ini, pasti akan lebih tinggi untuk faktor pembanding yang sama," kata Manajemen Garuda dikutip Kamis (4/11).
Menurut Manajemen Garuda, harga sewa di pasar akan menurun oleh sejumlah sebab. Beberapa di antaranya, bergantung pada bertambahnya usia pesawat, kondisi pasar, dan kondisi teknis pesawat tersebut.
Pesawat yang dimiliki oleh Garuda Indonesia memiliki spesifikasi yang disesuaikan dengan perencanaan perseroan saat pesawat diakuisisi. Saat itu diharapkan dapat mendorong peningkatan standar pelayanan dalam kaitan dengan pemenuhan standar full-service pada lingkup global.
Sementara itu, harga pasar adalah harga yang mengasumsikan pesawat diperoleh dengan spesifikasi standar pabrikan. Di samping itu, variasi metode akuisisi beberapa pesawat pada saat itu, turut mempengaruhi harga sewa secara keseluruhan.
Saat ini, Manajemen Garuda melakukan renegosiasi sewa pesawat kepada lessor sebagai bagian dari upaya restrukturisasi, termasuk menjajaki kemungkinan opsi skema sewa pesawat yang lebih ekonomis dengan memperhatikan kondisi referensi pasar.
"Perseroan dalam tahap finalisasi rencana restrukturisasi dengan para konsultan yang telah ditunjuk oleh Perseroan," kata manajemen maskapai milik pemerintah tersebut.
Paralel dengan itu, Garuda meminta proposal dari lessor untuk dijadikan pertimbangan dalam finalisasi proses restrukturisasi. Proposal tersebut meliputi, informasi mengenai jumlah dan jenis pesawat yang diajukan, serta persyaratan pembayaran.
"Perseroan terbuka untuk proposal yang dapat menguntungkan secara ekonomi bagi Perseroan," kata manajemen.
Adapun, jumlah pesawat Garuda Indonesia turun dari sebanyak 136 pada Juni 2021, menjadi 129 pesawat pada Agustus 2021. Manajemen mengatakan hal itu karena pengembalian sejumlah pesawat kepada lessor alias early termination.
Beberapa jenis pesawat yang saat ini disewa atau dimiliki Garuda di antaranya Boeing 737-800 sebanyak 57 pesawat, Bombardier CRJ1000 sebanyak 18, ATR 72-600 sebanyak 13, dan B777-300 sebanyak 10. Lalu, A330-300 sebanyak 11, A330-200 sebanyak 7, dan A300-900 sebanyak 3.
Dari total 129 pesawat tersebut, 53 di antaranya dapat dioperasikan oleh maskapai berkode emiten GIAA ini. "Status pesawat yang saat ini tidak digunakan untuk operasional adalah dalam proses maintenance atau perawatan sesuai prosedur yang berlaku," kata manajemen.
Setelah lepas dari jabatan sebagai komisaris Garuda Indonesia, Peter Gontha perlahan membeberkan berbagai masalah yang terjadi di perusahaan penerbangan pelat merah itu kepada publik.
Peter mengaku sudah melaporkan persoalan yang melanda maskapai Garuda kepada sejumlah lembaga mulai dari Dirjen Kemenkumham hingga Ketua KPK.
Menanggapi hall itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mendukung langkah eks komisaris Garuda Indonesia Peter Gontha untuk memberikan data penyewaan pesawat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Arya mengatakan pihaknya mendorong pemeriksaan terhadap mantan komisaris dan direksi untuk mendalami soal penyewaan pesawat pada periode yang dimaksud Peter. Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa permasalahan keuangan perusahaan penerbangan Garuda Indonesia merupakan kasus ugal-ugalan, terutama terkait penyewaan pesawat.
"Jadi kalau bisa dorong saja supaya terang benderang," jelas Arya, dalam keterangan resmi, Senin (1/11).