Bukalapak Dapat Fasilitas Utang Rp 2 Triliun dari Bank DBS
PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) memperoleh fasilitas pinjaman dari PT Bank DBS Indonesia senilai Rp 2 triliun.
Sekretaris Perusahaan Bukalapak Perdana A. Saputro mengatakan, fasilitas pinjaman tersebut diberikan dalam bentuk uncommitted revolving short term loan facility. Kedua pihak menandatangani perjanjian fasilitas perbankan itu pada 12 November 2021.
Utang tersebut punya jangka waktu 1 tahun, sehingga jatuh tempo pada 12 November 2022. Durasinya akan diperpanjang secara otomatis untuk jangka waktu 3 bulan dengan pemberitahuan kepada Bukalapak, kecuali jika diakhiri lebih awal oleh PT Bank DBS Indonesia.
"Perjanjian Fasilitas Perbankan dibuat tanpa pemberian jaminan atau agunan secara khusus, tanpa mengurangi hak kreditur untuk meminta diadakannya jaminan dalam hal dipandang perlu," kata Perdana dalam keterbukaan informasi yang dikutip Senin (15/11).
Suku bunga yang berlaku adalah 4,5% per tahun atau tingkat suku bunga lainnya yang disetujui oleh kedua perusahaan sebelum penarikan. Jangka waktu maksimal 3 bulan dan wajib dibayarkan pada akhir bulan yang bersangkutan.
Perdana mengatakan, perolehan fasilitas pinjaman ini merupakan bagian dari strategi Bukalapak untuk melakukan diversifikasi sumber pendanaan selain dari penggunaan ekuitas yang diperoleh melalui penawaran umum perdana saham (IPO).
Latar belakang Bukalapak untuk memperoleh fasilitas perbankan ini adalah untuk digunakan sebagai bridging facility (fasilitas perantara) untuk aktivitas pengembangan usaha dari emiten yang terafiliasi dengan Grup Elang Mahkota Teknologi (Emtek).
Perdana mengakui, penandatanganan perjanjian pinjaman tersebut menyebabkan peningkatan jumlah kewajiban Bukalapak. Namun, ia memastikan, fasilitas kredit ini tidak berdampak material secara negatif kepada kemampuan keuangan Bukalapak.
Bukalapak masih mencatatkan rugi bersih Rp 766,23 miliar sepanjang semester I 2021. Jumlahnya menyusut 25,33% dari jumlah kerugian pada periode sama pada tahun lalu yang mencapai Rp 1,02 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan, unicorn pertama yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini mengantongi pendapatan neto Rp 863,62 miliar dalam enam bulan pertama 2021. Pendapatan tersebut tumbuh hingga 34,67% dari raihan omzet neto pada semester I-2020 sebesar Rp 641,28 miliar.
"Pendapatan Bukalapak mayoritas masih berasal dari marketplace, yakni sebesar Rp 529,18 miliar. Jumlah itu tumbuh 4,42% dibanding periode sama tahun lalu Rp 506,77 miliar," ujar Manajemen Bukalapak dalam keterangan tertulis, Rabu (1/9).
Bukalapak mencatatkan total nilai pemrosesan atau processing value (TPV) semester I 2021 senilai Rp 56,7 triliun atau tumbuh 54% secara tahunan dari periode sama tahun lalu Rp 36,8 triliun. Pertumbuhan TPV ini didukung oleh kenaikan jumlah transaksi sebesar 15% dan kenaikan sebesar 34% pada nilai transaksi rata-rata atau average transaction value (ATV).
Sebanyak 75% TPV Bukalapak selama semester pertama ini berasal dari luar daerah tier 1 Indonesia. Manajemen Bukalapak menilai penetrasi all-commerce dan tren digitalisasi warung-warung kecil ritel di luar tier 1, terus menunjukan pertumbuhan yang kuat.
TPV mitra pada semester I-2021 mampu meningkat 227% menjadi Rp 23,9 triliun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp 7,3 triliun. Kontribusi mitra terhadap TPV Bukalapak meningkat dari 22% per Juni 2020 menjadi 48% setahun setelahnya.