Kinerja Manis Indo Tambangraya Ditopang Kenaikan Harga Batu Bara
Setelah buku perusahaan "memerah" di 2019 dan 2020, Indo Tambangraya Megah berhasil menggandakan labanya hingga lebih dari enam kali dalam sembilan bulan pertama 2021. Kenaikan harga batu bara acuan atau HBA menjadi sumber utama bertambahnya pundi-pundi kas emiten tersebut.
Perusahaan dengan kode saham ITMG tersebut berhasil membukukan laba naik 602,7 % menjadi US$ 271,5 juta atau setara Rp 3,8 triliun. Capaian tersebut didukung pendapatan bersih ITMG yang meningkat 51,8 % menjadi US$ 1,3 miliar atau setara Rp 18,6 triliun pada periode sama.
Sumber pendapatan utama ITMG berasal dari penjualan batu bara kepada pihak ketiga, sebesar 96 % dari pendapatan bersih. Dari penjualan kepada pihak ketiga, ITMG memperoleh US$ 1,3 miliar atau Rp 18,6 triliun. Sementara itu, penjualan batu bara kepada pihak berelasi menyumbang 3,2 %, atau sekitar US$ 42,9 juta alias Rp 615,3 miliar.
Kinerja Keuangan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (dalam US$ juta) | |||
Keterangan | 9M2021 | 9M2020 | YoY (%) |
Penjualan bersih | $ 1,323.34 | $ 871.88 | 51.78% |
Beban pokok pendapatan | $ (792.29) | $ (732.05) | 8.23% |
Laba Periode Berjalan | $ 271.48 | $ 38.63 | 602.77% |
Total Aset | $ 1,509.50 | $ 1,158.60 | 30.29% |
Total Liabilitas | $ 471.63 | $ 312.34 | 51.00% |
Adapun sumber pemasukan lain berasal dari penjualan bahan bakar kepada pihak ketiga sebesar 0,3 % atau setara US$ 4,1 juta. Sumber pendapatan selanjutnya datang dari penjualan jasa kepada pihak ketiga yang berkontribusi 0,1 % atau setara US$ 1,9 juta dari total pendapatan per September 2021.
Dalam sembilan bulan pertama tahun ini, peningkatan sumber pendapatan Indo Tambangraya terbesar terjadi pada penjualan batu bara ke pihak ketiga. Dibandingkan dengan pendapatan periode yang sama tahun lalu, ITMG hanya memperoleh keuntungan US$ 791,1 juta atau setara Rp 11,3 triliun. Capaian tersebut meningkat 61 % tahun ini, menjadi US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 18,3 triliun.
Kinerja positif ITMG tak lepas dari harga batu bara global yang terus naik sejak Oktober 2020 hingga September 2021. Melansir laman Ditjen Minerba, harga emas hitam sempat menyentuh level tertingginya pada November 2021 ke level US$ 215 per ton atau sekitar Rp 3,1 juta. Namun tren tersebut tidak berlanjut, mengingat per Desember 2021 harga batu bara menyusut US$ 159,8 atau sekitar Rp 2,3 juta per ton.
Berikut grafik perubahan harga batu bara global seperti terlihat dalam Databoks:
Sementara itu, penjualan bahan bakar emiten pertambangan ini cenderung turun di kuartal ketiga 2021 sebanyak 90 %. Pada kuartal ketiga 2020, ITMG membukukan penjualan bahan bakar US$ 41,4 juta atau sekitar Rp 593,6 miliar, namun tahun ini menyusut 90 % menjadi US$ 4,1 juta atay sekitar Rp 58,8 miliar.
Kinerja Penjualan Indo Tambangraya
Sepanjang tiga kuartal pertama 2021, perusahaan menjual 14,8 juta ton batu bara. Sebanyak 21,6% batu bara atau 3,2 juta digunakan di dalam negeri, sementara bagian besar lainnya dikirim ke luar negeri. Ekspor tertinggi ke Cina hingga 27 % atau 4,1 juta ton, lalu ke Jepang 14 % (2,1 juta ton), ke Filipina 9,4 % (1,4 juta ton), dan ke Thailand 6,7 % (1 juta ton).
Angka produksi ini belum dianggap memuaskan perusahaan, bahkan menyusut 7 % bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. “Total produksi pada Q321 berada di bawah target. Curah hujan yang tinggi terus berdampak pada semua situs pertambangan,” tulis ITMG dalam dokumen Investor dan Analyst Update November lalu.
Dalam dokumen ini juga disebutkan bahwa ada kemungkinan tinggi kekurangan pasokan (supply) batu bara di musim dingin tahun ini. Pertumbuhan ekspor Indonesia masih terbatas karena musim hujan, pencegahan Covid-19, dan tingginya permintaan domestik. Meski begitu, ekspor batu bara tahun ini lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
Sementara dari sisi permintaan (demand) batu bara, ITMG memperkirakan harga batu bara akan tetap tinggi pada musim dingin bahkan hingga 2022, terutama pada negara yang terletak di belahan bumi bagian utara. Hal ini bisa terjadi karena tingginya harga gas alam dan kebangkitan ekonomi pasca pandemi.
Indo Tambangraya menetapkan target penjualan batu bara 2021 sebanyak 20,2 hingga 20,4 juta ton dan seluruhnya sudah memperoleh kontrak penjualan. Untuk penetapan harga jual, ITMG sudah menetapkan nilai untuk 84% dari batu bara tersebut sementara 16% sisanya mengacu pada indeks harga batu bara.
Saham ITMG
Indo Tambangraya melantai di Bursa Efek Indonesia pada 18 Desember 2007 melalui penawaran saham perdana alias initial public offering (IPO). Dalam penawaran saham itu, ITMG melepas 20 % sahamnya atau 225,9 juta lembar saham dengan harga Rp 14.000 per lembar. Di hari itu, harga saham ITM ditutup hijau 40% dari angka penawaran menjadi Rp 19.600.
Pada 2010, induk usaha ITMG dari Singapura, Banpu Minerals, melepaskan 8,72% sahamnya kepada publik. Dengan aksi ini, Banpu Minerals memiliki 65 % saham ITMG. Sampai kini, saham pengendali ITMG pasih dipegang oleh Banpu Minerals dengan rasio yang sama yaitu 736 juta lembar saham. Posisi kedua dipegang oleh publik sebesar 31,9 % dan sisa 2,9 % adalah posisi saham treasury.
Rabu pekan lalu (15/12), saham ITMG dibuka di harga Rp 20.375 dan ditutup di Rp 20.325. Angka penutupan itu cenderung stabil, berjumlah sama dengan penutupan hari sebelumnya.
Menyadur dari RTI Business, saham ITMG memiliki kinerja yang baik. Pada tiga tahun belakangan, saham ITMG memang menurun cukup besar yaitu 20,84 %. Namun kondisi itu berbalik pada tahun lalu dimana saham ITMG melambung tinggi di angka 93,57 %, peningkatan tertinggi selama lima tahun. Saham ini terus menghijau sampai pada minggu lalu mulai menurun 2,4 %.