PKPU Garuda Diperpanjang sampai Maret 2022, Ini Komentar Bos Garuda
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan untuk memperpanjang proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menjadi PKPU Tetap selama 60 hari yang berakhir pada 21 Maret 2022.
Perpanjangan ini dilakukan secara aklamasi atas permintaan dari Garuda Indonesia selaku debitur dan mayoritas kreditur.
Menanggapi perpanjangan tersebut, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengatakan, pihaknya menyikapi secara positif keputusan Majelis Hakim hari ini, Jumat (21/1).
Menurut dia, waktu tambahan ini memberi kesempatan bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat untuk menuntaskan verifikasi dan memastikan proses PKPU berjalan sesuai prinsip kehati-hatian.
"Perpanjangan ini sekaligus memberi kami waktu untuk menyiapkan rencana perdamaian yang lebih matang melalui negosiasi yang semakin intens dan konstruktif," kata Irfan dalam keterangan tertulis, Jumat (21/1).
Selama 60 hari ke depan, seluruh pemangku kepentingan akan berkoordinasi dengan Tim Pengurus untuk melengkapi berbagai aspek administratif dalam tahapan PKPU.
Ini termasuk melengkapi dokumen verifikasi serta menyelesaikan perhitungan utang piutang agar Tim Pengurus dapat menerbitkan Daftar Piutang Tetap (DPT) sebagai dasar pemungutan suara.
Secara paralel, menurut Irfan, maskapai nasional berkode saham GIAA ini juga mempersiapkan rencana perdamaian dan melanjutkan negosiasi dengan kreditur yang selama ini berlangsung.
Perusahaan pelat merah ini juga berupaya melakukan finalisasi usulan rencana perdamaian tersebut, dalam kerangka komersial yang selaras dengan kepentingan semua pihak.
Selama proses PKPU berlangsung, Garuda memastikan seluruh layanan penerbangan termasuk layanan penumpang, kargo dan perawatan pesawat tetap beroperasi secara normal.
Sebelumnya, Garuda dilanda krisis keuangan akibat kebijakan pembatasan perjalanan di tengah pandemi Covid-19. Hal ini membuat lalu lintas penerbangan penumpang turun signifikan.
Perusahaan memasuki proses restrukturisasi utang yang diawasi pengadilan setelah menerima petisi yang diajukan terhadapnya pada Desember 2021. Perusahaan berkode saham GIAA ini berencana untuk mengurangi kewajibannya lebih dari 60% melalui proses restrukturisasi untuk bertahan di tengah pandemi.
Berdasarkan proposal yang diajukan, perusahaan berencana untuk mengurangi kewajibannya dari US$ 9,8 milar atau sekitar Rp 140 triliun menjadi US$ 3,7 miliar atau setara Rp 52 triliun.
Menurut data Tim Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Garuda Indonesia, kreditur Garuda mengajukan klaim penagihan utang hingga sekitar US$ 13,8 miliar atau setara Rp 198 triliun.
Dilansir dari Bloomberg, tim PKPU Garuda Indonesia yakni Martin Patrick Nagel dan Jandri Siadari mengatakan, sebanyak lebih dari 470 kreditur pada akhir batas waktu 5 Januari 2022 yang mengajukan klaim.
Untuk selanjutnya, tim PKPU akan memverifikasi klaim sementara. Setelah tahapan verifikasi selesai, tim PKPU akan memasukkan nominal yang valid dalam proses restrukturisasi pada 19 Januari 2022.
Direktur Keuangan Garuda Indonesia Prasetio mengatakan, nominal tagihan utang yang diajukan kreditur lebih besar karena beberapa lessor menyerahkan total dan kewajiban masa depan Garuda, serta tidak mengurangi dari utang tersebut.
"Operator akan tetap dengan kewajiban US$ 9,8 miliar pada pembukuannya," kata Prasetio dikutip dari Bloomberg, Selasa (11/1).