Laba Bersih Gudang Garam Susut 26%, Simak Prospek Bisnis dan Sahamnya
PT Gudang Garam Tbk membukukan laba bersih sebesar Rp 5,6 triliun sepanjang 2021. Nilai ini menyusut 26,7% dari raihan laba bersih tahun sebelumnya Rp 7,64 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan, produsen rokok ini mengantongi pendapatan mencapai Rp 124,88 triliun, atau naik 9,1% dari omzet periode tahun sebelumnya sebesar Rp 114,47 triliun. Namun sejalan dengan itu, biaya pokok penjualan turut melonjak 13,9% menjadi Rp 110,6 triliun dari sebelumnya Rp 97,08 triliun.
Alhasil, laba bruto menurun 17,8% menjadi Rp 14,27 triliun dari semula Rp 17,38 triliun.
Pendapatan Gudang Garam dari divisi lainnya tercatat menyusut 15,9% menjadi Rp 236,67 miliar dari semula Rp 281,55 miliar. Di sisi lain, beban lainnya justru meningkat 14,6% menjadi Rp 4,3 miliar dari Rp 3,75 miliar. Adapun, Beban usaha turun 5,67% menjadi Rp 7,15 triliun dari Rp 7,58 triliun.
Emiten berkode saham GGRM ini membukukan laba kurs sebesar Rp 16,71 miliar sepanjang 2021, dari semula membukukan rugi kurs Rp 38,69 miliar. Secara total, laba usaha tercatat menjadi Rp 7,36 triliun atau turun 26,69% dari Rp 10,04 triliun.
Laba sebelum pajak penghasilan turun 24,63% menjadi Rp 7,28 triliun dari sebelumnya Rp 9,66 triliun. Dari sisi pengeluaran, Gudang Garam mencatatkan penyusutan beban bunga hingga 80,42% menjadi Rp 74,91 miliar dari semula Rp 382,72 miliar. Sementara itu, beban pajak penghasilan menyusut 16,41% menjadi Rp 1,68 triliun dari Rp 2,01 triliun.
Pada kuartal IV 2021, GGRM membukukan pendapatan sebesar Rp 32,8 triliun, tumbuh 5,5% dalam perhitungan tahunan.
Analis PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christine Natasya menilai pertumbuhan kinerja keuangan Gudang Garam pada kuartal IV didukung oleh harga jual rerata atau average selling price (ASP) yang lebih tinggi pada periode tersebut. Selain itu, volume penjualan juga sedikit lebih baik setelah pandemi Covid-19 varian delta mereda. Hal ini juga sejalan dengan tren industri.
Christine memperkirakan GGRM akan membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 6,5% pada 2022.
Pada dasarnya, penurunan penjualan masih akan berlanjut tahun ini. Namun pendapatan akan terbantu oleh penyederhanaan lapisan yang memberi penyangga pada penurunan penjualan lebih lanjut ke rokok tier-2B yang lebih murah.
"Kami pikir pemulihan ekonomi akan mendukung pemulihan konsumsi masyarakat berpenghasilan rendah," katanya.
Menurut dia, kebijakan pemerintah menaikkan Harga Eceran Minimum rokok rata-rata 12% tahun ini seharusnya membatasi persaingan harga yang tidak sehat serta menjaga margin produsen.
"Meskipun terjadi penurunan tajam dari margin kotor pada 2021 menjadi 11,4% dibandingkan 2020 yang sebesar 15,2%, kami memperkirakan penurunan margin laba kotor atau gross profit margin (GPM) pada 2022 akan lebih halus, yakni menjadi 11,1%," kata Christine dalam hasil risetnya yang terbit Jumat (1/4).
Dengan asumsi perusahaan mempertahankan pembayaran dividen per saham sebesar Rp 2.600 tahun ini, rasio pembayaran dividen akan dibayarkan lebih tinggi , yakni 90% dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 65%.
"Kami memperkirakan penurunan bottom line (laba bersih) telah memperhitungkan harga saham saat ini. karena kami mengestimasi hasil dividen 8,2% pada 2022 (menggunakan harga penutupan Kamis 31/3), yang menurut kami menguntungkan," katanya.
Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan trading buy (transaksi beli) kami di GGRM dengan target harga Rp 35.400.