MNC Energy Temukan Cadangan Batu Bara 20,58 Juta Metrik Ton
PT MNC Energy Investment Tbk (IATA), melalui anak usahanya yakni PT Arthaco Prima Energy (APE) menemukan cadangan 20,58 juta metrik ton (MT) batu bara di tambang miliknya.
Menurut laporan Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI), temuan batu bara tersebut memiliki nilai kalori atau gross air-received (GAR) sebesar 3.250 kg/kcal pada pengeboran tahap 1 di lahan seluas 380 hektare dari total area cadangan seluas 2.059 hektare. Adapun, sumber daya batu bara tahap 1 mencapai 138,85 juta MT.
Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen IATA mengatakan, jika menggunakan harga batu bara acuan (HBA) rata-rata dari tahun 2000 sampai dengan April 2022, kegiatan penambangan APE akan menghasilkan net present value (NPV) sebesar US$ 56,6 juta atau setara Rp 824,77 miliar, dengan internal rate of return (IRR) sebesar 56,5%, break even point (BEP) sebesar 5,2 juta MT dan payback period pada 1,87 tahun.
"Tentunya jika harga batu bara bertahan seperti sekarang, NPV di atas akan meningkat hingga lebih dari dua kali lipat," tulis manajemen IATA dalam keterbukaan informasi, Senin (9/5).
Manajemen IATA menyampaikan bahwa, temuan cadangan dan sumber daya masih akan terus bertambah karena pengeboran tahap 1 yang dilakukan hanya kurang dari 20% area izin usaha pertambangan (IUP) APE yang dapat ditambang. Sementara itu, pengeboran tahap 2 dan tahap 3 diproyeksikan akan selesai pada kuartal ini.
Saat ini, APE telah memiliki IUP operasi produksi dengan luas 15.000 hektare di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Lokasi tambang tersebut hanya berjarak 12,5 km dari sungai dan sekitar 108 km ke area bongkar muat atau transhipment di pelabuhan Tanjung Buyut. APE sendiri direncanakan akan memulai produksi pada kuartal IV tahun ini.
"Dengan tambahan laporan ini, cadangan batu bara terbukti dari sembilan IUP yang dimiliki oleh perseroan naik menjadi 158,68 juta dari sebelumnya 138,1 juta MT," lanjut manajemen.
Adapun, angka tersebut belum memperhitungkan tambahan cadangan dari IUP APE lainnya. Pasalnya, belum dilakukan pengeboran di lebih dari 80% lahan milik APE. Selain itu, pada IUP PT Indonesia Batu Prima Energi (IBPE), PT Bhumi Sriwijaya Perdana Coal – South (BSPC-S), PT Putra Mandiri Coal (PUMCO), PT Primaraya Energi (PE), PT Titan Prawira Sriwijaya (TPS), PT Sriwijaya Energi Persada (SEP), serta PT Energi Inti Bara Pratama (EIBP) juga sama sekali belum dilakukan pengeboran.
Lebih lanjut, perseroan akan terus melanjutkan kegiatan pengeboran untuk menambah cadangan sumber daya jika hasil eksplorasi menunjukkan temuan batu bara. Manajemen memperkirakan, cadangan batubara untuk semua IUP akan mencapai minimal 600 juta MT.
Berdasarkan laporan keuangan, IATA mencatat laba bersih sebesar US$ 9,43 juta atau setara Rp 137,41 miliar (Rp 14.572/US$) pada kuartal I 2022, dari sebelumnya rugi bersih US$ 1,3 juta atau setara Rp 18,94 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Peningkatan kinerja awal tahun ini dikontribusi oleh langkah perusahaan mengakuisisi PT Bhakti Coal Resources (BCR), perusahaan pemilik sembilan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
IATA juga mencatatkan pendapatan sebesar US$ 40,41 juta, atau naik 2.543% dibandingkan dengan perolehan pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 1,52 juta. Seiring dengan kenaikan pendapatan, EBITDA perusahaan juga meningkat dari sebelumnya negatif US$ 260 ribu menjadi positif US$ 23,47 juta.
Pada perdagangan Senin ini, harga saham IATA bergerak melemah 6,93% atau hampir menyentuh batas auto reject bawah (ARB) ke level Rp 188 per saham dengan nilai kapitalisasi pasar Rp 2,15 triliun.