Bos BCA Ramal Suku Bunga The Fed Naik 75 Bps pada November
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja memperkirakan bank sentral Amerika Serikat (AS) , Federal Reserve akan menaikkan suku bunga atau Fed Funds Rate (FFR) sebesar 75 basis poin pada bulan depan.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober yang berlangsung Kamis (20/10) hari ini, Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin menjadi 4,75%.
Menurut Jahja, kenaikan suku bunga acuan tersebut telah diprediksi oleh para pelaku pasar guna menjaga agar rupiah tidak semakin melemah. BI sejauh ini telah menaikkan suku bunga tiga kali sebanyak 175 basis poin hingga Oktober.
"Kalau kita lihat secara keseluruhan The Fed sudah naik 300 bps, akan ada lagi kenaikan di awal atau pertengahan November, saya terakhir dapat informasi tanggal 2 November sekitar 75 bps diperkirakan," kata Jahja, dalam konferensi pers, Kamis (20/10).
Jahja mengatakan, dari sisi likuiditas pasar saat ini masih cukup dalam penyediaan rupiah. "Transaksi antara bank juga masih normal, saya kira harian masih sekitar Rp 98 triliun sampai Rp 120 triliun, jadi masih cukup aman," ungkapnya.
Menurutnya, kurs sedikit banyak mengikuti tren, di mana secara global saat ini hampir semua mata uang negara-negara lain terdepresiasi, kecuali dolar AS.
"Kalau kita lihat rupiah jadi 15.500/US$, jadi 7,5-8% ini perlu penyesuaian, saya setuju (kenaikan) 50 bps, dan sesuai ekspektasi pasar agar bisa menjaga rupiah," pungkasnya.
Jahja juga mengatakan meski rupiah melemah, dirinya masih optimistis bahwa mata uang Garuda masih lebih baik dibandingkan mata uang lain.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan kenaikan suku bunga ini merupakan langkah front loaded, preventif, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang terlalu tinggi atau overshooting.
Dirinya juga menyampaikan suku bunga fasilitas simpanan alias deposito facility naik menjadi 4%. Demikian pula dengan bunga pinjaman atau lending facility yang naik menjadi 5,5%. BI telah menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada bulan lalu setelah mempertahankannya selama 17 bulan berturut-turut.
Menurut Perry, kenaikan bunga BI dibutuhkan untuk memastikan inflasi kembali ke kisaran 2% hingga 4% lebih cepat ke paruh pertama tahun depan. Selain itu, kenaikan bunga dibutuhkan untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan nilai fundamentalnya.
Nilai tukar rupiah belakangan melemah akibat semakin kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Adapun pada perdagangan hari ini, kurs rupiah telah menembus US$ 15.500 per dolar AS.