Erick Thohir Terapkan Blacklist untuk Cegah Jual Beli Jabatan di BUMN
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, mengatakan ada langkah strategis dalam menekan potensi penyimpangan di BUMN, yaitu dengan membuat daftar hitam (blacklist). Untuk mengambil langkah ini, Erick bakal menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit terhadap BUMN.
"Saya dorong blacklist bersama BPKP. Jangan ada jual beli jabatan," katanya, dalam acara Konferensi Pers Awal Tahun di BUMN, Senin (2/1). Dia menyebut, jika ada yang terbukti bermain di dalam BUMN, Presiden RI dapat mencabut hasil audit BPKP tersebut.
Blacklist merupakan satu dari empat agenda besar di Kementerian BUMN. Tiga agenda besar lainnya adalah Pertama, membuat Blueprint 2024-2034. Kedua, adanya Omnibus Law versi BUMN, di mana 45 Permen akan diciutkan menjadi 3 Permen saja. Ketiga, melihat kembali kinerja dana pensiun di BUMN.
"Omnibus BUMN agar 45 peraturan yang ada dipangkas menjadi tiga, karena sebelumnya tidak dibaca. Setelah jadi tiga peraturan, semua Direksi dan Komisaris harus hapal. Semuanya diatur, termasuk arti dari penugasan," kata Erick.
Erick juga menekankan perlunya dua hal dalam menjalankan BUMN dengan Core Value Akhlak. Pertama, adanya kepemimpinan yang kuat. Kedua, adanya sistem atau SOP.
"Tidak mungkin kepemimpinan tanpa sistem atau SOP, akan menjadi absolut korup. Begitu juga jika ada sistem tetapi tidak ada kepemimpinan, maka bisnis tidak akan jalan juga," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Erick juga menyampaikan kontribusi BUMN terhadap negara pun meningkat Rp 68 triliun dalam tiga tahun terakhir, yaitu dari Rp 1.130 triliun pada sebelum Covid-19 menjadi Rp 1.198 triliun pada Kuartal III 2022.
Erick menekankan, kontribusi itu meningkat pada saat BUMN juga sedang terimbas krisis akibat pandemi Covid-19. Selama pandemi, dia mengaku bahwa tidak ada BUMN yang menutup operasionalnya, padahal semua sedang tertekan. Bahkan, BUMN memutuskan untuk melakukan konsolidasi, bukan pasrah menerima tekanan Covid-19 tanpa usaha.
"Kontribusi BUMN naik Rp 68 triliun, padahal kondisinya sedang krisis. Saat Pandemi BUMN memilih tidak terjebak oleh krisis yang membelenggu," ungkap Erick.
"Saat pandemi, BUMN justru bekerja maksimal, karena saat pandemi adalah saatnya konsolidasi, bukan pasrah. Itu salah besar."
Menurutnya, usaha bersama dalam menghapus paradigma BUMN itu sarang korupsi atau perusahaan dengan utang besar terus berjalan. Seluruh BUMN diminta berusaha membuktikan bahwa paradigma itu keliru.
Mencegah korupsi merupakan langkah yang tepat untuk melindungi hasil kerja BUMN yang kini terus meningkat signifikan. Sementara menekan utang sebagai basis pertumbuhan bisnis merupakan langkah konkrit dalam menyehatkan BUMN secara jangka panjang.