Laba Gudang Garam Anjlok 50%, Sahamnya Ikut Turun
Emiten rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mencatatkan laba bersih Rp 2,78 triliun sepanjang tahun 2022. Jumlah tersebut merosot 50% dibandingkan periode yang sama tahun 2021 sebesar Rp 5,6 triliun.
Pendapatan perseroan pun juga turun 0,16% menjadi Rp 124,68 triliun dari sebelumnya Rp 124,8 triliun.
Aset GGRM juga berkurang 1,56% menjadi Rp 88,5 triliun sepanjang tahun 2022. Sebelumnya per Desember 2021 GGRM memiliki aset Rp 89,9 triliun.
Dari sisi neraca liabilitas perseroan naik tipis 0,10%. GGRM memiliki liabilitas Rp 30,7 triliun sepanjang tahun 2022 dibandingkan tahun sebelumnya Rp 30,6 triliun.
Namun ekuitas perseroan pun tergerus 2,41% menjadi Rp 57,8 triliun sepanjang 2022. Padahal pada 2021 GGRM membukukan ekuitas Rp 59,2 triliun.
Melihat pergerakan sahamnya hingga pukul 14.00 WIB Jumat (31/3) saham GGRM ambles 2,80% ke level Rp 2.605 per saham. Volume perdagangan mencapai 1,6 juta dengan nilai transaksi 41,7 miliar dan frekuensi 2.919 kali. Namun jika melihat pergerakan saham secara year to date, saham GGRM sudah meningkat 44,4%.
Belum lama ini, Gudang Garam memberikan tambahan modal kepada anak perusahaannya, PT Surya Dhoho Investama (SDHI) sebesar Rp 3 triliun.
Melansir keterbukaan informasi BEI, Senin (27/3), Sekretaris Perusahaan Gudang Garam Heru Budiman mengatakan, suntikan dana tersebut akan digunakan sebagai penambahan modal untuk mendukung kelanjutan proses pembangunan Bandar Udara Terpadu di Kediri, Jawa Timur. Adapun perusahaan rokok Gudang Garam adalah salah satu industri rokok di tanah air yang telah berdiri sejak tahun 1958 di kota Kediri, Jawa Timur.
GGRM tercatat memiliki 12,99 juta saham Surya Dhoho Investama atau sebesar Rp 12,99 triliun. Serta kepemilikan PT Surya Duta Investama sebanyak 1 saham atau Rp 1 juta. Gudang Garam memiliki saham SDHI sebesar 99,9%.
Sebagai informasi, Bandar Udara Dhoho di Kediri, Jawa Timur, ditargetkan beroperasi pada Oktober 2023. Proyek bandara yang dibangun oleh anak usaha Gudang Garam, PT Suryo Dhoho Investama ini membutuhkan investasi hingga sebesar Rp 6,6 triliun.