Wamen BUMN Siapkan Strategi Kemitraan Demi Genjot Ketahanan Pangan
Pemerintah berusaha mengatasi potensi masalah ketahanan pangan Indonesia. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga menyiapkan beberapa langkah untuk menjaga stok pangan.
Wakil Menteri BUMN, Pahala Mansury mengatakan pihaknya telah mengubah institusi dan mulai menggandeng swasta. Hal ini penting karena perusahaan pelat merah tak bisa sendirian mewujudkan ketahanan pangan.
"Investasi, modernisasi, mengubah tata cara serta model bisnis," kata Pahala dalam keterangan tertulis, Senin (22/5).
Pernyataan Pahala disampaikan dalam program Global Future Fellows (GFF) yang digelar di Yogyakarta hari ini. Fokus pembicaraan multi sektor ini adalah mewujudkan ketahanan pangan.
Pahala juga mengatakan BUMN saat ini harus menjaring peluang dari hulu ke hilir secara bermitra demi mewujudkan ketahanan pangan. Selain itu, BUMN juga melakukan ekstensifikasi serta intensifikasi penggunaan teknologi.
"BUMN juga meluncurkan Food Funds dengan MDI Ventures untuk mencari perusahaan yang bisa membantu kami melakukan reformasi teknologi," kata Pahala.
Hal ini penting karena Indonesia masih mengalami ketimpangan teknologi. Pahala mencontohkan, industri sawit sudah menggunakan teknologi yang sudah canggih, namun tidak dengan tebu. "Ini yang harus kita atasi," katanya.
Mewujudkan ketahanan pangan penting karena jumlah populasi Indonesia dan dunia akan terus bertambah. Pahala memperkirakan hingga 2050 butuh tambahan 70% produksi pangan untuk mencukupi kebutuhan penduduk.
Masalah lainnya adalah perubahan iklim yang mempengaruhi produktivitas. Tantangan ketiga adalah kondisi geopolitik yang mempengaruhi pasokan pangan setiap negara.
Isu ketahanan pangan diangkat sebagai tema GFF yang diselenggarakan yayasan nirlaba Pijar Foundation ini. Ini karena besarnya populasi Indonesia, efek pemanasan global kepada produksi pertanian, hingga menurunnya minat pemuda terjun ke sektor pertanian.
Tak hanya itu, berdasarkan Global Food Security Index, skor ketahanan pangan RI pada 2022 hanya di level 60,2. Angka ini di bawah rata-rata negara Asia Pasifik yakni 63,4.
"Dengan gotong royong, Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan lebih cepat," kata Direktur Kebijakan Publik Pijar Foundation Cazadira F. Tamz.