Pendapatan Naik 58,8%, Garuda Indonesia Justru Rugi Rp 1,1 Triliun
PT Garuda Indonesia Tbk membukukan kerugian US$ 76,5 juta, setara Rp 1,15 triliun (asumsi kurs Rp 15.080 per dolar AS) pada paruh pertama tahun 2023. Padahal maskapai nasional dengan kode saham GIAA tersebut mampu memperoleh keuntungan pada periode sama tahun lalu US$ 3,76 miliar.
Berdasarkan laporan keuangannya dikutip Selasa (1/8), Garuda Indonesia meraih pendapatan US$ 1,39 miliar atau Rp 21,04 triliun pada kuartal II 2023. Raihan pendapatan perusahaan aviasi pelat merah itu naik 58,84% dari sebelumnya US$ 878,69 juta.
Pendapatan terbesar Garuda berasal dari perolehan penerbangan berjadwal penumpang US$ 1,01 miliar atau Rp 15,25 triliun. Pendapatan dari penerbangan berjadwal penumpang melejit 84,9% dari periode yang sama tahun sebelum US$ 550,79 juta.
Di sisi lain penerbangan berjadwal kargo dan dokumen, GIAA mendapatkan US$ 83,48 juta atau Rp 1,25 triliun. Perolehannya merosot 34% dari kuartal kedua tahun lalu US$ 126,49 juta.
Lalu dari penerbangan tidak berjadwal yaitu haji, perusahaan mendapat US$ 117,58 juta atau setara Rp 1,77 triliun. Pendapatan dari haji naik 167,16% dari sebelumnya US$ 44,01 juta.
Sedangkan beban operasional penerbangan Garuda Indonesia membengkak menjadi US$ 729,49 juta, setara Rp 11 triliun. Jika dihitung beban operasionalnya naik 6,34% dari periode yang sama tahun sebelum US$ 665,97 juta. Beban pemeliharaan dan perbaikan tercatat US$ 159,49 juta atau Rp 2,4 triliun hingga semester pertama tahun ini.
Garuda Indonesia membukukan aset US$ 6,28 miliar atau Rp 94,73 triliun. Aset Garuda naik 0,75% pada Juni 2023 dibandingkan Desember 2022 US$ 6,23 miliar. Adapun liabilitas GIAA tercatat US$ 7,89 miliar, setara Rp 199 triliun. Liabilitas perusahaan aviasi ini naik 1,56% dari periode Desember 2022 US$ 7,77 miliar.