Kabar Terbaru PGAS hingga Alasan Lo Kheng Hong Tertarik Saham Tersebut
PT Perusahaan Gas Negara Tbk melakukan perubahan kontrak terbarunya yang ditandatangani pada 8 September 2023.
Emiten berkode saham PGAS itu menandatangani perubahan terkait kontrak LNG Sales and Purchase Agreement dengan Petronas LNG Ltd (PLL). Di mana PLL bertindak sebagai penjual dan PGAS sebagai pembeli. Sebelumnya kontrak itu diraih pada 29 Juni 2022.
PGAS juga menandatangani perubahan terkait LNG Sales and Purchase Agreement dengan China National Technical Imp & Exp Corp (CNTIC). Dalam hal ini PGAS bertindak sebagai penjual dan CNTIC sebagai pembeli. Sebelumnya kontrak itu diraih pada 1 Juli 2022.
“Dengan demikian jangka waktu amended and restated keduanya akan berlaku sejak tanggal penandatangan sampai dengan 31 Desember 2025,” ujar Sekretaris Perusahaan PGAS Rachmat Hutama dalam keterbukaan informasi BEI dikutip Rabu (13/9).
PGAS sebagai informasi merupakan salah satu saham yang dimiliki oleh investor kawakan Lo Kheng Hong. Pak Lo biasa ia disapa mengatakan dirinya membeli saham PGAS kala itu sewaktu masih di harga Rp 1.100 per saham. Adapun pada penutupan perdagangan Selasa (12/9) harga PGAS berada di Rp 1.345 per saham.
"Saya juga belum lama beli PGAS di Rp 1.100. Ketika saya menjual saham MBSS semuanya, ada uang kas. Saya lihat (harga) PGAS Rp 1.100, saya dorong semuanya terus naik ke Rp 1.800," ujarnya dikutip dari kanal Youtube GBI WTC belum lama ini.
Aksi Pak Lo mengakumulasi saham anak usaha Pertamina yang bergerak di bidang gas alam tersebut terjadi setelah ia melepas seluruh kepemilikan sahamnya di PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS). Seluruh uangnya kemudian dia gunakan untuk memiliki saham PGAS.
Sebagai informasi, Pak Lo menjual 102,90 juta saham MBSS atau 5,88% di harga Rp 660 per saham pada 24 Agustus 2021. Sehingga nilai transaksi penjualan tersebut mencapai Rp 67,9 miliar.
Terkait status PGAS yang notabene merupakan perusahaan pelat merah alias BUMN, Pak Lo menilai pada dasarnya berinvestasi pada saham perusahaan BUMN dan perusahaan swasta tidak ada bedanya. Tetap sama-sama menarik sejauh fundamental perusahaannya baik dan dijalankan oleh manajemen yang mumpuni.
"Jadi sama saja kalau perusahaan BUMN yang bagus dan murah tetap saya beli, jadi tidak ada bedanya," ungkap Pak Lo.