Garuda Target Raih Laba Rp 6,36 Triliun, Berikut Faktor Penopangnya
Emiten maskapai BUMN, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) diperkirakan meraih laba US$ 399 juta, setara Rp 6,36 triliun dengan kurs Rp 15.951 per dolar AS pada tahun buku 2023. Perusahaan optimis dapat meraup untung setelah mengalami serangkaian kerugian dalam periode berkelanjutan.
Selain itu, Garuda Indonesia juga optimis jumlah penumpang bisa naik 60%. Adapun target laba ini diharapkan bisa tercapai setelah berhasil melakukan restrukturisasi utang pada akhir 2022 dan adanya upaya penekanan biaya sewa pesawat.
Saat ini manajemen perusahaan saat ini sedang berfokus pada strategi penerbangan ke rute-rute yang menguntungkan, antara lain penerbangan Jakarta-Singapura dan Jakarta-Bali.
Sebaliknya, rute-rute yang kurang menguntungkan, seperti Jakarta-Amsterdam, telah mengalami pengurangan frekuensi dari tiga penerbangan seminggu menjadi hanya satu penerbangan seminggu.
Prospek kinerja GIAA diperkirakan akan terus meningkat pada semester kedua tahun 2023. Faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan ini meliputi musim liburan kenaikan kelas, perjalanan umroh, serta periode puncak seperti natal dan tahun baru.
Garuda Indonesia juga telah meningkatkan jumlah penerbangan umrah dari berbagai kota utama di Indonesia. Pada kuartal kedua tahun ini, GIAA berhasil mencatatkan laba bersih sebesar US$ 33.6 juta, turnaround dibandingkan dengan kerugian sebesar US$ 110 juta yang dialami pada kuartal sebelumnya.
Selanjutnya, perusahaan berharap dapat menerima tiga dari lima pesawat narrow body yang telah dipesan pada akhir kuartal ketiga 2023.
“Selain itu, Garuda berhasil menurunkan harga sewa pesawat hingga 30% sampai 50% setelah restrukturisasi, dan kini hanya membayar biaya sewa pesawat sesuai dengan durasi pemakaian pesawat kepada lessor,” kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam keterangan resminya, Senin (23/10)
Pada akhir kuartal ketiga tahun 2023, Garuda Indonesia dan AirAsia telah menandatangani MoU yang mencakup tiga bentuk kerjasama. Ini mencakup kerjasama dalam bidang kargo antara Garuda Indonesia dan Air Asia Group, codeshare antara Citilink dan Air Asia, serta maintenance, repairs, dan operations (MRO) pesawat.
Irfan berharap jika kerja sama ini dapat memberikan manfaat besar bagi kedua maskapai dan meningkatkan daya saing di industri penerbangan.
Tidak hanya itu, merger antara Pelita Air dan Citilink yang diharapkan akan selesai pada akhir tahun 2023 juga dianggap dapat memberikan dampak positif yang signifikan terhadap efisiensi perusahaan.
Hal ini diharapkan akan membuka peluang untuk meningkatkan sinergi operasional antara dua maskapai, mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan pelayanan kepada pelanggan.
“Dengan adanya merger ini, Garuda Indonesia Group akan lebih memperkuat posisinya di pasar penerbangan dalam negeri maupun internasional, sehingga dapat mendorong pertumbuhan dan daya saing perusahaan secara keseluruhan,” ungkap Irfan.
Kemudian GIAA, kata Irfan, diprediksi akan mencatatkan laba US $589 juta pada 2024. Lalu laba juga akan tercatat senilai US$ 631 juta pada 2025, dan US $647 juta pada 2026.