Sektor Farmasi Melambat, Phapros Siapkan Strategi Ini
Kondisi pasar farmasi nasional belum sepenuhnya pulih di masa pasca pandemi Covid-19. Berdasarkan data pasar farmasi nasional di kuartal dua 2023 disebutkan bahwa terjadi perlambatan pertumbuhan sebesar 7,2% bila dibandingkan dengan kuartal dua 2022 dan sebesar 0,2% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Beberapa kategori produk farmasi yang terdampak perlambatan pertumbuhan tersebut diantaranya adalah obat jual bebas dan obat resep yang masing-masing mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 8,3% dan 1,1%. Di segmen obat jual bebas sendiri, produk multivitamin adalah yang paling terdampak di mana kinerjanya melambat 25,2%.
Plt. Direktur Utama PT Phapros Tbk (PEHA) David Sidjabat mengatakan, hingga akhir tahun 2023 anak usaha PT Kimia Farma Tbk (KAEF) tersebut akan menerapkan strategi lain untuk mengantisipasi kondisi pasar farmasi yang belum stabil.
Diantaranya dengan penataan portofolio produk, menjaga stok produk paretonya yaitu Antimo untuk masa liburan akhir tahun dan produk lain yang telah disiapkan untuk memacu pertumbuhan perseroan.
Adapun kondisi pasar farmasi nasional yang belum stabil pasca pandemi Covid-19 lalu membuat kinerja perseroan juga terpengaruh. Hal ini ditunjukkan dengan koreksi pada pertumbuhan kinerja hingga kuartal tiga 2023 di sektor obat jual bebas sebesar 21,5% dan obat resep sebesar 16%.
Alhasil kinerja pendapatan turun 11% menjadi Rp 779,9 miliar. Lalu kerugian perseroan tercatat Rp 15,1 miliar dari periode kuartal tiga 2022 yang untung Rp 17,12 miliar.
“Kami memiliki banyak varian produk multivitamin yang saat ini kinerjanya mengalami perlambatan dibandingkan pada pandemi Covid-19 lalu. Perilaku konsumen saat ini juga berubah, di mana hampir 50% dari mereka lebih menyukai pengobatan mandiri salah satunya dengan obat tradisional atau herbal,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (1/11).
David menambahkan bahwa jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit untuk berobat juga belum menunjukkan pertumbuhan yang signifikan sehingga berdampak pada kinerja di pilar obat resep yang dimiliki perseroan.
Meski pertumbuhan pasar farmasi nasional saat ini melambat, Head of Research FAC Sekuritas, Wisnu Prambudi Wibowo mengatakan bahwa sektor kesehatan memiliki prospek jangka panjang yang bagus karena merupakan salah satu sektor yang menjadi prioritas dengan beragam inovasi yang dihasilkan untuk kebutuhan kesehatan masyarakat.
“Adanya UU Omnibus Law Kesehatan memberikan dampak positif karena adanya aturan pengurangan impor alat dan obat kesehatan, sehingga memberi keuntungan terhadap industri kesehatan dalam negeri, dan jika ingin berinvestasi, pilihlah sektor yang tidak terlalu ramai namun punya prospek masa depan yang bagus seperti sektor kesehatan. Emiten-emitennya bisa dari industri farmasi, industri alat kesehatan, serta rumah sakit,” katanya.