Garuda Masih Punya Utang Obligasi dan Sukuk Rp 7,75 Triliun
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) melakukan pelunasan obligasi dan sukuk senilai US$ 49,99 juta, setara Rp 774,74 miliar dengan asumsi kurs Rp 15.495 per dolar Amerika Serikat. Setelah pelunasan sebagian utang itu, GIAA masih mencatatkan sisa utang sebesar US$ 500,67 juta atau setara Rp 7,75 triliun.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengatakan selain pembayaran jumlah pelunasan obligasi dan sukuk, terdapat biaya lain berupa accued interest deferred payment in kind atau PIK. Sebagai informasi, pembayaran dalam bentuk natura atau PIK yakni penggunaan barang atau jasa sebagai pembayaran, bukan uang tunai.
Selain PIK terdapat juga beban pajak yang dibayarkan dalam transaksi. Nilai yang dibayarkan untuk PIK dan beban pajak yakni US$ 2,32 juta. "Setelah dilaksanakan pelunasan tersebut, sisa jumlah total prinsipal terutang obligasi dan sukuk perseroan yakni US$ 500,67 juta," sebut Irfan dalam keterangan resminya dii Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia, dikutip Kamis (4/1).
Dirinya menyampaikan sumber dana pelunasan utang obligasi dan sukuk berasal dari kas internal perseroan. Dia menegaskan aksi korporasi ini bukan merupakan suatu transaksi yang berdiri sendiri sebagai sebuah transaksi material.
Irfan mengatakan tidak terdapat dampak langsung terhadap kegiatan operasional perseroan. Selain itu, lanjut Irfan, Garuda Indonesia memastikan seluruh kegiatan operasional berjalan dengan normal.
Sebagai catatan, Garuda Indonesia mengalami kerugian sebesar US$ 72,06 juta atau Rp 1,14 triliun (asumsi kurs Rp 15.845 per US$) pada kuartal III 2023.
Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), laba periode berjalan emiten berkode GIAA ini tembus US$3,69 miliar atau Rp 58,57 triliun pada kuartal III 2022. Jika dihitung, proporsi laba kuartal III 2023 anjlok hingga 101,94% secara tahunan.
Selain itu pendapatan lain-lain bersih pada kuartal III 2023 minus US$ 2,79 juta atau Rp 44,32 miliar. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, nilainya bisa mencapai US$ 279,16 juta atau Rp 4,42 triliun.