Konglomerat Rusdi Kirana Beberkan Peluang IPO Lion Air di 2025
Pendiri Lion Air sekaligus konglomerat Rusdi Kirana membeberkan peluang Lion Air untuk melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) pada tahun 2025.
"Iya moga-moga [bisa IPO tahun 2025]," kata Rusdi saat ditemui media di Batam Aero Technic di Batam, Kamis (21/3).
Rusdi mengungkapkan, saat ini perusahaan belum menunjuk penjamin emisi maupun melaporkan rencana IPO ke Bursa Efek Indonesia (BEI). Salah satu alasannya, karena rencana IPO bukan prioritas Lion Air pada 2024.
"Belum [tunjuk penjamin emisi dan lapor BEI]. Karena itu tidak prioritas utama, sekali lagi duit ada," ujarnya.
Sebelumnya, Lion Air dikabarkan mengincar dana segar dari IPO sebesar US$ 500 juta atau sekitar Rp 7,77 triliun. Namun bagi Rusdi, nilai IPO tersebut dianggap terlalu kecil.
"Kecil amat [Rp 7 triliun]. Kalau Rp 7 triliun nggak usalah, mending sendiri. Lion Group itu perusahaan swasta terbesar di dunia. Coba cek, nggak ada airlines swasta terbesar seperti Lion Air. Enak swasta, mau apa diapain juga bisa," ujarnya.
Fokus Kembangkan SDM Sebagai Wirausaha
Bagi Rusdi, rencana IPO tahun ini bukan menjadi prioritas utama karena Lion Air memiliki pendanaan yang memadai.
"Kalau gue serius, gua bukan prioritas IPO karena apa?. Lion Air punya duit, Lion Air mau berkembang, gue punya duit. Gue mau beli pesawat, orang menawarkan, gue nggak mau bayar itu pesawat, nggak apa apa karena kita terbesar di Asia," ujar Rusdi.
Rusdi mengungkapkan, salah satu yang menjadi prioritas Lion Air tahun ini adalah mengembangkan sumber daya alam (SDM) dan mencetak wirausaha atau entrepreneur. Lion Air kemudian menggandeng sejumlah kampus untuk menyokong human capital perusahaan.
"Karena kita kesulitan di human capaital. Setelah kami pikir-pikir, bagaimana menghadapi generasi yang baru, kalau generasi saya, generasi abang kita, kerja bisa 20-30 tahun, dia tetap kuat," ujarnya.
Walau mereka loyal, bagi Rusdi, produktivitas SDM pada usia tersebut sudah turun. Untuk itu, Lion Air menggandeng sejumlah universitas untuk mengembangkan jiwa kewirausahaan bagi karyawan-karyawan muda.
Selain itu, Lion Group juga mendirikan Kirana Akademik untuk mencetak lulusan entrepreneur. Sehingga karyawan Lion Air yang sudah lama bekerja, bisa tetap produktif dan punya usaha sendiri.
"Jadi dia langsung menjadi staf pada usia 23 tahun dan saat usia 40 tahun, dia harus berhenti. Selama 17 tahun itu, mereka sudah dikasih uang selain gaji, dikasih uang tabungan. Plus akan dihubungan dengan perbankan," ujarnya.
Setelah memiliki tabungan dan mendapatkan akses kredit perbankan, karyawan tersebut bisa mengembangkan usahanya sendiri jika sudah keluar dari Lion Air. Rusdi mencontohkan, karyawan yang bekerja di Lion Boga, anak perusahaan Lion Air Group yang bergerak di usaha katering.
"Jadi kalau karyawan Lion Boga nggak harus [kerja] 40 tahun. Yang sudah 30 tahun, 35 tahun boleh berhenti untuk buka restoran sendiri," kata dia.
Untuk diketahui, Rusdi merupakan pendiri Lion Air, maskapai swasta terbesar di Indonesia. Dengan tangan dinginnya, Lion kemudian berkembang menjadi grup bisnis seperti Batik Air, Wings Air, Malindo Air, Lion Bizjet, Super Jet Air, hingga Thai Lion Air.
Tak sampai situ, Rusdi juga mempunyai jaringan bisnis Lion Parcel untuk melayani pengiriman domestik maupun internasional serta bisnis perhotelan Lion Hotel and Plaza yang berlokasi di Manado, Sulawesi Utara.
Tak heran, Rusdi bersama saudaranya, Kusnan Kirana masuk daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes. Forbes menaksir kekayaan kedua konglomerat itu mencapai US$ 835 juta atau Rp 12,9 triliun pada 2019 dan masih berpotensi meningkat.