Perbankan Sebut Restrukturisasi Covid-19 Dihapus Tak Pengaruhi Kinerja
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) optimistis kinerja keuangan perseroan tidak akan berpengaruh usai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan penghapusan restrukturisasi kredit Covid-19.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F Haryn mengatakan, perusahaan pada prinsipnya akan sejalan dengan kebijakan dari pemerintah, regulator, dan otoritas perbankan.
Hera menjelaskan portofolio kredit restrukturisasi BCA terus mencatatkan penurunan, seiring dengan pemulihan bisnis debitur. Dari total jumlah restrukturisasi kredit saat ini, didominasi oleh kategori lancar.
Selaras dengan hal tersebut, rasio loan at risk (LAR) BCA secara konsisten mencatatkan penurunan hingga menyentuh satu angka, yaitu sebesar 6,9%. Jika dibandingkan dengan 10,4% pada tahun 2022. Sementara itu, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) BCA terjaga di angka 1,9% pada tahun 2023.
Adapun biaya provisi tercatat Rp 2,3 triliun di 2023 atau turun sebesar Rp 2,2 triliun dari tahun sebelumnya, seiring dengan perbaikan kualitas pinjaman. Meskipun tren kualitas kredit BCA membaik, BCA tetap memiliki CKPN yang memadai.
"NPL coverage BCA sebesar 234,1% dan LAR coverage sebesar 69,7% pada tahun 2023, salah satu yang paling tinggi di industri perbankan," kata Hera dalam keterangan resminya, Senin (1/4).
Adapun biaya pencadangan akan senantiasa kami review sejalan dengan perkembangan kualitas aset dan kondisi ekonomi.
Sementara Corporate Secretary Bank Mandiri Teuku Ali Usman menjelaskan, kondisi usaha para debitur saat ini telah kembali dapat memenuhi kewajiban pembayaran kredit baik cicilan pokok maupun bunga.
“Saat ini kondisi debitur terdampak Covid-19 telah mencapai soft landing, sebelum berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit oleh OJK,” ujar Ali dalam keterangan resminya, Senin (1/4).
Adapun, sektor yang paling terdampak saat pandemi Covid-19 di Bank Mandiri antara lain sektor pengangkutan, pergudangan, penyediaan akomodasi, dan penyediaan makan minum.
Namun demikian, Bank Mandiri lanjut Ali akan tetap memantau secara ketat kondisi usaha debitur melalui early warning signal dan dapat memberikan restrukturisasi lanjutan apabila dibutuhkan.
“Khusus untuk debitur yang mendapat restrukturisasi Covid-19 mayoritas sudah masuk ke level normal (sebelum pandemi). Hanya tersisa sedikit di sektor-sektor tertentu,” ungkapnya.
Bank Mandiri optimis kinerja para debitur akan terus tumbuh. “Di Bank Mandiri, loan at risk sudah lebih rendah dibanding masa pandemi, ini menjadi indikator utama bahwa kita sudah siap tumbuh melampaui posisi sebelum Covid-19,” jelasnya.
Sebagai tambahan informasi, sampai dengan Desember 2023, NPL Bank Mandiri secara bank only, telah menurun mencapai 1,02% dengan NPL Coverage Ratio yang cukup memadai mencapai 384,36%.
Sejalan, Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, perusahaan menyambut baik terkait dengan berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit terdampak Covid-19. Dia juga menilai kebijakan restrukturisasi Covid-19 terbuki telah mampu menyelamatkan sebagian besar bisnis UMKM selama menghadapi pandemi yang meluas di Indonesia pada 2020.
Selain itu, perseroan mengungkapkan BRI sendiri secara internal sudah tidak menggunakan kebijakan tersebut sejak tahun 2023 lalu sebagai upaya untuk penerapan prudential banking. Sunarso juga menjelaskan jika BRI juga telah menerapkan langkah antisipatif merespon berakhirnya relaksasi restrukturisasi Covid pada bulan Maret 2024 dan menyiapkan soft landing strategy.
"Dan kami optimistis berakhirnya relaksasi tersebut tidak akan berdampak signifikan pada kinerja kualitas kredit maupun kinerja keuangan BRI secara umum,” kata Sunarso dalam keterangan resminya, Senin (1/4).
Di sisi lain, sebagai antisipasi risiko BRI juga tetap mengimbangi dengan melakukan pencadangan yang memadai. Perusahaan mencatat hingga Desember 2022 NPL BRI berada di level 305,73%. Cadangan tersebut digunakan untuk melakukan penghapusbukuan kredit UMKM yang benar-benar sudah tidak bisa direstrukturisasi lagi.
Sehingga, pada Desember 2023 NPL Coverage atau kredit tidak lancar turun di level 229,09%. Namun cadangan tersebut masih sangat memadai apabila terjadi pemburukan.
Sebelumnya Sunarso pada Februari 2024 mengungkapkan bahwa perseroan telah mencatatkan penyusutan nilai kredit terdampak Covid-19 yang direstrukturisasi. Adapun outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 per Desember 2023 dari catatan kinerja perusahaan turun menjadi Rp 54,5 triliun dari Rp 107,2 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
“Apabila dihitung dari puncaknya, sebesar Rp 210 triliun itu sudah keluar dari status restrukturisasi sehingga sekarang outstanding-nya tinggal Rp 54 triliun,” kata Sunarso.
Sunarso pun menyebut sejak awal pandemi terjadi, BRI telah mengambil langkah strategis untuk melakukan penyelamatan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang memiliki peranan krusial terhadap perekonomian Indonesia. BRI mencatat MKM memberikan kontribusi sebesar 60,3% dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, UMKM menyerap 97% tenaga kerja dan menyediakan 99% lapangan kerja di Indonesia.
Di sisi lain, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) juga mendukung keputusan pengakhiran restrukturisasi Covid-19. Perusahaan juga telah memetakkan strategi dari awal untuk mengantisipasi masa berakhirnya restrukturisasi Covid di jauh-jauh hari.
"Kami siap untuk itu, apalagi perekonomian sudah mulai kembali baik tidak seperti saat Covid-19 dulu. Non performing financing juga sudah diantisipasi," kata Wakil Direktur Utama BRIS Bob Tyasika Ananta.