Membandingkan Kinerja Garuda Indonesia dan AirAsia, Siapa Rugi Paling Besar?
Dua maskapai penerbangan di Indonesia telah merilis laporan keuangan semester pertama 2024. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dan PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) masih membukukan rugi hingga Juni 2024.
Dari kedua maskapai tersebut, mana yang mencatat kerugian paling besar? Berikut ulasannya.
1. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA)
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) membukukan rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 101,65 juta atau Rp 1,54 triliun (kurs: 15.168 per dolar AS) pada semester pertama 2024. Rugi tersebut naik 33% year on year (yoy) dari periode yang sama sebelumnya US$ 76,50 juta pada 2023.
Berdasarkan laporan keuangan GIAA, pendapatan usaha maskapai penerbangan tersebut sebesar US$ 1,62 miliar atau Rp 24,59 triliun hingga Juni 2024. Perolehan tersebut meningkat 16% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu US$ 1,10 miliar.
Secara rinci, pendapatan Garuda Indonesia dari penerbangan berjadwal sebesar US$ 1,27 miliar dan pendapatan dari segmen penerbangan tidak berjadwal sebesar US$ 177,69 juta sepanjang Januari-Juni 2024.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan meskipun industri penerbangan global masih mengalami banyak tantangan setelah pandemi, GIAA terus berusaha meningkatkan kinerjanya. Irfan optimistis Garuda Indonesia bisa terus menunjukkan hasil yang baik hingga akhir tahun 2024.
Demi mengejar hal tersebut, ia menyebut perusahaannya fokus pada peningkatan kapasitas pesawat dan memperluas jaringan penerbangan melalui kerja sama dengan berbagai pihak.
No | Perusahaan | Rugi (%) | Rugi Semester I 2024 | RugiSemester I 2023 |
1 | PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) | 33% | US$ 101,65 juta atau Rp 1,54 triliun | Rp 1,16 triliun |
2 | PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) | 644% | Rp 1,29 triliun | Rp 174,21 miliar |
2. PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP)
Emiten industri penerbangan, PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) masih mencatatkan kerugian akibat peningkatan beban dan liabilitas perusahaan. Tercatat liabilitas emiten maskapai penerbangan ini mencapai Rp 15,16 triliun pada semester I 2024. Rugi periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk AirAsia mencapai Rp 1,29 triliun per Juni 2024. Angka tersebut membengkak 644% secara year on year (yoy) dibandingkan dengan rugi periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 174,21 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, pendapatan usaha Air Asia justru naik 24,1% menjadi Rp 3,78 triliun di tengah peningkatan angka kerugian. Pendapatan itu naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 3,04 triliun.
Secara rinci, pendapatan perusahaan ditopang dari pendapatan kursi penumpang sebesar Rp 3,2 triliun, bagasi Rp 437,44 miliar, pelayanan penerbangan Rp 81,34 miliar, dan lain-lain sebesar Rp 33,26 miliar. Di samping itu, ada pendapatan kargo yang berkontribusi sebesar Rp 26,46 miliar. Namun, bisnis charter tak membukukan pendapatan pada semester I 2024. Padahal, segmen charter berkontribusi sebesar Rp 12,80 miliar pada 2023.