Kominfo Keberatan jika Bukalapak Diakuisisi Aplikasi Asal Cina
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memberikan tanggapan terkait rencana aplikasi belanja asal Cina, Temu, yang akan masuk ke Indonesia melalui akuisisi PT Bukalapak.com Tbk (BUKA).
Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi menyatakan keberatan jika Temu benar-benar jadi mengakuisisi Bukalapak. Menurutnya, Temu adalah aplikasi belanja yang menghubungkan konsumen langsung dengan pabrik, dan kedua entitas tersebut berlokasi di luar negeri, tepatnya di China. Budi Arie menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak dari pengaruh asing dalam ekosistem e-commerce Indonesia.
"Kalau mereka begitu model bisnisnya akan menghancurkan UMKM kami," kata Budi Arie saat ditemui wartawan di Jakarta, Selasa (8/10).
Ia menilai Indonesia perlu meningkatkan produksi dalam negeri. Jika negara menggenjot produksi dalam negeri, maka turut membuka peluang tersedianya lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Katadata.co.id sudah berupaya untuk mengkonfirmasi isu Temu yang berencana mengakuisisi BUKA kepada Bukalapak.com. Namun sampai berita ini ditulis, pihak Bukalapak.com belum memberikan keterangan resminya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Moga Simatupang sebelumnya mengatakan pemerintah telah mengatur penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023.
Apabila Temu belum memenuhi persyaratan, seperti harga barang litas negara minimal harus US$ 100, maka izin tidak akan diterbitkan.
“Selama mereka memenuhi persyaratan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 ya kami terbitkan,” kata Moga saat ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (7/10).
Hingga saat ini Kemendag belum mendapat informasi terkait pengurusan izin untuk Temu. Moga menyebut di era digitalisasi saat ini, Indonesia tidak bisa menghindar aplikasi semacam Temu.
“Hanya saja, kami harus mengatur dengan tata kelola perdagangan melalui sistem elektronik agar industri dalam negeri dapat bersaing,” ujarnya.
Temu sudah tiga kali mendaftarkan merek dagang ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, namun terus ditolak. Aplikasi tersebut telah berupaya mendaftar ke Indonesia sejak September 2022.