Antam Siapkan Capex Rp 11,46 Triliun untuk Eksplorasi Tambang 5 Tahun
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam mengalokasikan anggaran belanja modal (capital expenditure/Capex) sebesar US$ 723 juta, setara dengan Rp 11,46 triliun (berdasarkan kurs Rp 15.865 per dolar AS). Anggaran ini akan digunakan untuk mendukung eksplorasi tambang, termasuk emas, bauksit, dan nikel, selama lima tahun ke depan.
General Manager Aneka Tambang, Abdul Bari, menyampaikan bahwa perusahaan juga akan menjaga rasio anggaran eksplorasi terhadap pendapatan (PER) tetap di atas 1% dari total pendapatan produksi.
“Ini rencana prognosa untuk bagaimana kami mencapai 15-20% dari mandat yang disampaikan oleh Kementerian ESDM,” kata Abdul dalam Minerba Expo 2024 bertajuk Minerba, Menggerakkan Indonesia di Balai Kartini, Jakarta, Senin (25/11).
Abdul juga menyampaikan bahwa untuk sumber daya emas, Antam menargetkan kenaikan hingga 15% dalam lima tahun, sementara cadangannya masih tertinggal sekitar 10% dari proyeksi. Adapun untuk nikel, ia menargetkan dapat mencapai 15% dari estimasi, dengan cadangan hingga 26% dari National Reserve Ownership.
Sedangkan untuk bauksit, baik sumber daya maupun cadangan ditargetkan meningkat sebesar 15% dalam lima tahun ke depan.
Beri Sinyal Bakal Akuisisi Tambang Emas
Di samping itu, Antam memberi sinyal akan mengakuisisi tambang emas. General Manager Antam, Abdul Bari, menyatakan bahwa perusahaan yang tergabung dalam holding MIND ID milik BUMN ini berencana untuk melakukan eksplorasi dan akuisisi tambang, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Hingga saat ini, Antam telah mempelajari berbagai prospek terkait akuisisi tambang emas domestik. Namun, perusahaan belum dapat membocorkan wilayah tambang mana yang akan diakuisisi. “Wilayahnya nggak bisa kita sampaikan dulu, daerah Indonesia lah. Ketika namanya aksi korporasi itu enggak bisa kita sampaikan semua,” kata Abdul.
Sebelumnya Antam juga telah melakukan aksi korporasi dengan PT Freeport Indonesia. Antam resmi membeli 30 ton emas dari pabrik milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur senilai US$ 12,5 miliar atau sekitar Rp 195,7 triliun. Hal tersebut demi dorong hilirisasi dan industrialisasi tambang berbasis sumber daya alam yang merupakan 17 program prioritas dari pemerintah.