Bos BRI soal Pembiayaan Sektor Sawit: Itu Green


Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menyatakan perusahaan menyalurkan sebagian besar pembiayaan ke palm oil atau kelapa sawit. Ia menyebut pembiayaan ke kelapa sawit masuk ke dalam kategori pembiayaan berkelanjutan.
"Sekarang yang besar (pembiayaannya) ke palm oil, terserah mau menafsirkan kalau saya bilang palm oil itu green," kara Sunarso saat ditemui, Jumat (31/1).
Sunarso menyebut kelapa sawit bisa mengoptimasi sumber minyak untuk kebutuhan biofuel.
"Jadi lebih berkelanjutan, ebih renewable dan itu untuk pengertian saya tentang palm oil," tuturnya.
Biofuel merupakan bahan bakar yang berasal dari biomassa atau materi yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Biofuel merupakan salah satu kunci strategis untuk mendukung transisi energi di Indonesia.
Sunarso menjelaskan setiap satu hektar kelapa sawit setiap tahun minimal keluar 5 ton minyak. Ia berkata 5 ton minyak kelapa sawit jika dihitung berapa ton karbonnya, artinya pohonnya menyerap karbon dari udara.
"Jadi saya masih mengkategorikan jika pembiayaan-pembiayaan seperti ini debenarnya ini adalah renewable energy," tuturnya.
Pada kesempatan yang berbeda, Presiden Prabowo sebelumnya juga melontarkan pernyataan kontroversial mengenai kelapa sawit. Ia mengatakan Indonesia tidak perlu takut melakukan deforestasi demi sawit. Sebab, kata dia, sawit juga pohon.
“Ada daunnya. Ia menyerap karbon dioksida,” ujar Prabowo.
“Kita juga harus tambah kelapa sawit. Enggak usah takut membahayakan, deforestasi. Jadi, para bupati, gubernur, pejabat, tentara, dan polisi, jagalah kelapa sawit kita.”
Katadata.co.id dalam laporan cek data menyampaikan, pohon sawit memang bisa menyerap karbon dioksida (CO2). Namun daya serap emisi karbon kebun sawit tetap rendah jika dibandingkan dengan kemampuan yang dimiliki hutan.
Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo, sebelumnya mengatakan tanaman sawit dengan usia 25 tahun mampu menyerap karbon sebesar 39,94 karbondioksida (CO2) per tahun atau setara dengan 146,58 ton CO2 equivalent (CO2e).
Namun, aktivitas perkebunan sawit justru menghasilkan emisi karbon, baik yang berasal dari operasional perkebunan sawit maupun ketika perubahan simpanan karbon. Surambo mengatakan, alih fungsi lahan menjadi sawit dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang berbeda pada setiap karakteristik lahan.
"Jika terjadi pada lahan yang merupakan padang rumput. Pada hutan di tanah mineral serta. Pada hutan di lahan gambut," ujar Surambo dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (10/1).
Ia mengatakan, hasil maksimum emisi yang dihasilkan sawit dalam menggantikan hutan di lahan padang rumput sebesar -59 ton CO2-eq dan nilai minimum sebesar -115 ton CO2-eq. Sedangkan hasil maksimum emisi yang dihasilkan sawit menggantikan hutan di lahan padang rumput sebesar -59 ton CO2-eq dan nilai minimum sebesar -115 ton CO2-eq.
Sementara itu, hasil maksimum emisi yang dihasilkan sawit menggantikan hutan di lahan mineral sebesar 835 ton CO2-eq dan nilai minimum sebesar 175 ton CO2-eq. Hasil maksimum sawit dalam menggantikan hutan di lahan gambut sebesar 1835 ton CO2-eq dan nilai minimum sebesar 1175 ton C02-eq.