Deretan BUMN Rugi dan Sakit Bakal Masuk Danantara, Ada Garuda hingga Kimia Farma

Ringkasan
- Pemerintah menggabungkan seluruh BUMN ke dalam Danantara, sebuah Badan Pengelola Investasi yang baru diluncurkan. Danantara akan mengelola aset senilai US$900 miliar dan ditargetkan rampung pada semester I 2025.
- Awalnya hanya tujuh BUMN yang akan bergabung, termasuk Bank Mandiri, BRI, BNI, Telkom, dan MIND ID, tetapi kemudian diputuskan seluruh BUMN akan bergabung, kecuali INA. Tujuannya adalah merestrukturisasi BUMN yang kinerjanya kurang baik.
- Beberapa BUMN yang merugi dan akan bergabung dengan Danantara antara lain Waskita Karya, Garuda Indonesia, Kimia Farma, Indofarma, Krakatau Steel, dan Adhi Karya. Masing-masing perusahaan tersebut menghadapi tantangan keuangan yang berbeda, mulai dari kerugian operasional hingga beban utang yang tinggi.

Pemerintah memulai langkah menggabungkan seluruh Badan Usaha Milik Negara yang ada di Tanah Air ke dalam Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara yang telah diluncurkan Presiden Prabowo Subianto pada 24 Februari lalu. Setelah diluncurkan, selanjutnya Danantara akan menjadi pengelola BUMN dengan nilai kelolaan US$ 900 miliar atau assets under management (AUM).
Kepala Danantara Rosan Roeslaini mengatakan nanti Danatara akan menjadi induk untuk seluruh BUMN yang saat ini sudah berdiri. Rosan mengatakan konsolidasi seluruh BUMN ke dalam Danantara segera diproses dan diharapkan rampung di semester I 2025.
Semula pemerintah menargetkan akan ada tujuh perusahaan yang bergabung dalam Danantara. Tujuh perusahaan itu adalah Indonesia Investment Authority atau INA, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dan Mining Industry Indonesia atau MIND ID. Adapun MIND ID merupakan holding BUMN tambang yang terdiri dari PT Antam Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Freeport Indonesia, PT INALUM, dan PT Timah Tbk (TINS).
Belakangan skenario ini berubah. Seiring dengan perjalanan waktu, Danantara akhirnya membawahi seluruh BUMN. Adapun INA tidak jadi dilibatkan dan tetap menjadi lembaga sovereign wealth fund (SWF) yang mandiri.
“Bukan hanya 7 BUMN, dan memang coba kami tingkatkan. Memang ada tahapannya yang kami akan konsolidasikan semua aset ini supaya create the value,” ujar Rosan usai peluncuran Danantara beberapa waktu lalu.
Setelah adanya perubahan skema, selanjutnya seluruh BUMN akan bergabung dalam Danantara. Faktanya tidak semua BUMN yang saat ini ada memiliki laporan kinerja keuangan yang bagus. Tak sedikit pula BUMN yang membukukan kerugian hingga terancam tutup.
Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan bahwa pembentukan Danantara bertujuan untuk melakukan restrukturisasi terhadap BUMN yang berada dalam kondisi keuangan tidak sehat. Dengan adanya holding ini, diharapkan perusahaan tersebut dapat lebih fokus pada pemulihan bisnis dan meningkatkan efisiensi operasional.
Apa saja perusahaan pelat merah yang merugi dan sakit yang akan bergabung dalam Danantara? Berikut beberapa di antaranya:
Daftar BUMN Rugi yang Gabung Danantara
Waskita Karya
Merujuk laporan keuangan resmi yang diterbitkan perusahaan, perusahaan sektor konstruksi PT Waskita Karya Tbk berada di jajaran perusahaan rugi. WSKT mencatatkan kerugian sebesar Rp 3 triliun hingga kuartal tiga 2024. Besaran kerugian ini naik dibandingkan periode yang sama tahun 2023 yakni 2,8 triliun.
Sementera itu beban pokok perusahaan turun 18,32% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp 5,75 triliun. Meski begitu, hal ini belum cukup untuk menyeimbangkan tekanan keuangan lainnya.
Pendapatan usaha Waskita turun 13,22%, dengan total pendapatan mencapai Rp 6,78 triliun. Penurunan ini terutama dipicu oleh kinerja segmen jasa konstruksi yang terkoreksi 24,76% yoy, dari Rp 6,31 triliun pada tahun sebelumnya menjadi Rp 4,75 triliun
Kerugian Waskita tak lepas dari kasus korupsi yang menyeret Waskita Karya. Pada 2023, Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya Tbk (WSKT) Destiawan Seowardjono sebagai tersangka dugaan kasus korupsi.
Garuda Indonesia
BUMN lainnya yang memiliki riwayat keuangan negatif dan akan bergabung dengan Danantara adalah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Merujuk laporan keuangan terakhir, perusahaan aviasi pelat merah itu mencatat kerugian bersih US$131,22 juta atau setara sekitar Rp 2,06 triliun pada kuartal III 2024.
Kerugian yang dialami Garuda pada periode kuartal III itu membengkak 81,29% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Padahal pendapatan usaha GIAA naik 15% menjadi US$ 2,56 miliar pada kuartal tiga 2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$ 2,23 miliar.
Menelisik laporan keuangan GIAA, ada sejumlah beban yang membuat kinerja keuangan tertekan. Emiten aviasi pelat merah mencatatkan beban operasional penerbangan US$ 1,29 miliar atau Rp 20,34 triliun hingga periode kuartal III 2024. Beban operasional penerbangan meningkat 14% dibandingkan periode yang sama US$ 1,13 miliar.
Pada pos beban operasional penerbangan, nilai beban bahan bakar menjadi yang paling banyak yaitu senilai US$ 836,3 juta, naik dari sebelumnya US$ 695,18 juta. Beban penyusutan Garuda Indonesia US$ 253,66 juta dari US$ 243,84 juta.
Lalu pos beban keuangan GIAA sebesar US$ 374,33 juta atau Rp 5,88 triliun, meningkat 10,78% per kuartal III 20224 dibandingkan periode yang sebelum US$ 337,89 juta. Dari pos lain seperti pos beban tiket, penjualan dan promosi hingga September 2024 tercatat senilai US$ 130,62 juta.
Adapun Garuda Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang terus alami kerugian hingga pada akhirnya GIAA mendapat penyertaan modal negara atau PMN senilai Rp 7,5 triliun. Sebanyak 65% dari PMN akan digunakan merestorasi pesawat Garuda Indonesia, sisanya akan digunakan untuk modal kerja.
Kimia Farma
Perusahaan ketiga yang mencatatkan rugi adalah PT Kimia Farma Tbk. Merujuk laporan resmi, laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sepanjang kuartal III tahun ini menjadi Rp 421,8 miliar.
Rugi tersebut membengkak 137,9% jika dibandingkan periode yang sama tahun 2023 yang sebesar Rp 177,3 miliar. Mengutip laporan keuangannya, penjualan KAEF tubuh 1,94% secara tahunan atau year on year (yoy), menjadi Rp 7,86 triliun.
Di sisi lain, beban pokok penjualan naik menjadi Rp 5,51 triliun dari tahun lalu yang sebesar Rp 4,89 triliun. Sehingga laba kotor hingga kuartal tiga turun 16,37% menjadi Rp 2,35 triliun dari Rp 2,81 triliun.
Indofarma
Perusahaan pelat merah lainnya yang mencatatkan rugi adalah PT Indofarma Tbk (INAF). Hingga kuartal tiga 2024. Indofarma sepanjang Januari–September 2024 masih membukukan rugi senilai Rp 166,48 miliar. Adapun rugi tersebut susut 13,2% secara year on year (yoy) dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 191,69 miliar pada 2023.
Berdasarkan laporan keuangannya, penjualan bersih Indofarma makin anjlok dengan membukukan Rp 137,87 miliar. Perolehan tersebut anjlok 69,1% yoy dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 445,70 miliar pada 2023.
Indofarma juga mencatat beban pokok penjualan menjadi Rp 149,67 miliar hingga kuartal III 2024. Dengan demikian laba bruto Indofarma hingga September 2024 tercatat Rp 11,80 miliar.
Kemudian, beban penjualan tercatat Rp 41,93 miliar, beban umum dan administrasi senilai Rp 78,36 miliar, dan kerugian bersih lain-lain Rp 2,43 miliar. Dengan demikian, INAF membukukan rugi usaha sebesar Rp 129,65 miliar hingga September 2024.
Krakatau Steel
Tak hanya di sektor farmasi, perusahaan pelat merah di bidang manufaktur PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) juga masih berkutat dengan rugi. Perusahaan mencatatkan rugi bersih sebesar US$ 185,22 juta per kuartal III 2024.
Melansir laporan keuangan terakhir KRAS mencatatkan penurunan pendapatan dan kerugian di kuartal tiga ini. Pendapatan KRAS tercatat sebesar US$ 657,2 juta atau setara dengan Rp 10,17 triliun per kuartal III 2024. Pendapatan ini turun 47,95% secara tahunan alias year on year (yoy) dari US$ 1,26 miliar per kuartal III 2024.