Ada Danantara, Perubahan Kementerian BUMN Jadi Badan Dinilai Mubazir
Pemerintah membuka wacana penurunan status Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau BUMN menjadi badan. Namun, Pengamat BUMN sekaligus Direktur NEXT Indonesia Center Herry Gunawan menilai Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) justru seharusnya dibubarkan.
Menurut Herry, opsi menurunkan status Kementerian BUMN menjadi Badan tidak ada manfaatnya. Hal itu lantaran pengawasan dan pembinaan BUMN sudah ada di bawah BPI Danantara, terutama sejak lahirnya Undang-Undang No. 1 Tahun 2025 tentang BUMN.
Ia menjelaskan, lembaga berbentuk badan hanya bertugas melaksanakan mandat yang ditetapkan Presiden. Adapun peran itu saat ini sudah dijalankan oleh BPI Danantara, yang dibentuk berdasarkan UU BUMN dan diperjelas melalui PP Nomor 10 Tahun 2025 tentang organisasi serta tata kelola Danantara.
“Jadi, menurut saya, keberadaan Kementerian BUMN, walaupun diturunkan jadi Badan, sudah tidak relevan lagi setelah kehadiran Danantara. Karena itu, Kementerian BUMN sebaiknya dibubarkan,” kata Herry kepada Katadata.co.id, Rabu (24/9).
Ia juga menilai, keberadaan Kementerian BUMN sudah tidak lama ilang. Menurutnya, fungsi utama kementerian tersebut, yakni pengelolaan dan pembinaan BUMN, kini sepenuhnya dijalankan oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
Herry juga juga menyebut berdasarkan Undang-Undang BUMN Nomor 1 Tahun 2025 mengubah status BUMN dari kekayaan negara yang dipisahkan menjadi entitas privat. Artinya, posisi BUMN kini sama dengan korporasi swasta sehingga tidak lagi memerlukan regulasi khusus dari Kementerian BUMN.
Herry menambahkan, praktik internasional menunjukkan negara dengan sovereign wealth fund (SWF) besar dan sukses, seperti Temasek di Singapura maupun Khazanah di Malaysia, tidak membutuhkan kementerian khusus untuk mengelola BUMN.
Menurutnya, rencana mengganti Kementerian BUMN menjadi badan justru akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan. Apalagi fungsi teknis badan sudah dijalankan oleh Danantara yang memang berstatus Badan Pengelola Investasi.
“Tumpang tindih itu menyebabkan pengelolaan BUMN kelak, menjadi tidak efisien. Belum lagi ada potensi kebijakan pengelolaan BUMN yang bisa berbenturan,” katanya.
Herry menegaskan, pemerintah sebaiknya memberi ruang bagi BPI Danantara untuk bekerja sesuai skenario yang sudah disusun dalam meningkatkan investasi negara sekaligus mengelola BUMN. Ia menilai kehadiran lembaga baru justru berpotensi mengganggu kinerja Danantara dan menimbulkan kesan seolah-olah berada di atas BUMN.
“Kalau ada masalah di BUMN, jika ada Badan pengganti Kementerian BUMN, makin sulit mengevaluasinya,” kata dia.
Rencana BUMN menjadi badan akibat dari revisi Undang-undang (UU) BUMN yang pembahasannya tengah digodok pemerintah beserta Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Ada kemungkinan kementeriannya (BUMN) mau kami turunkan statusnya menjadi badan. Ada kemungkinan seperti itu,” kata Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9).
Prasetyo mengatakan, Kementerian BUMN saat ini bertindak sebagai regulator, sedangkan fungsi operasional lebih banyak dikerjakan oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Prasetyo mengatakan nomenklatur lembaga tersebut tengah menunggu menunggu pembahasan bersama DPR terkait RUU BUMN. Ia mengatakan, banyak masukan dari delapan fraksi yang ada di DPR.
“Dari delapan fraksi juga memberikan masukan beberapa hal, misalnya tentang masalah rangkap jabatan, masalah penyelenggara BUMN adalah penyelenggara negara, kemudian harapanya bisa masuk BPK dan KPK,” kata dia.
Di sisi lain, status aparatur sipil negara (ASN) yang ada di tubuh Kementerian BUMN menjadi salah satu pembahasan. "Jadi apapun opsinya, yang terbaik dari sisi manajemen untuk mengoptimalkan mengefiesiensikan BUMN,” kata dia.
Ia berharap, pembahasan RUU BUMN ini dapat rampung secepatnya, dan targetnya akan rampung sebelum akhir 2025. "Kalau bisa selesai sebelum reses, kami selesaikan,” kata Prasetyo.
