Banyak Perusahaan Minta Kembalian Pajak, Penerimaan Januari Turun 6,9%
Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak pada Januari 2020 sebesar Rp 80,22 triliun atau baru mencapai 4,88% target tahun ini sebesar Rp 1.642,57 triliun. Peningkatan restitusi atau pengembalian kelebihan bayar pajak menjadi penyebab penerimaan yang minim di awal tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan kinerja penerimaan pajak tersebut turun 6,86% dibanding periode yang sama tahun lalu. Selain peningkatan restitusi, penurunan penerimaan pajak juga disebabkan anjloknya penerimaan pajak penghasilan atau PPh Migas akibat pergeseran waktu pembayaran.
"PPh migas itu Rp 2,9 triliun, pajak nonmigas Rp 77,3 triliun," kata Menteri Keuangan dalam Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Rabu (19/2).
Berdasarkan data APBN Kita, realisasi PPh migas tersebut anjlok 53% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara dari keseluruhan pajak nonmigas Rp 77,3 triliun, hanya komponen PPh yang turun 7,39% menjadi Rp 46,9 triliun.
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah atau PPnBM masih tumbuh 3,78% menjadi Rp30,46 triliun, sedangkan pajak bumi bangunan atau PBB dan lainnya naik 2,05% menjadi Rp 640 miliar.
(Baca: Belanja dan Penerimaan Negara Merosot, Defisit APBN Januari Rp 36 T )
Penurunan PPh nonmigas terutama disebabkan oleh anjloknya penerimaan PPh badan sebesar 29,34% menjadi Rp 6,92 triliun. Ini disebabkan meningkatnya restitusi di awal tahun.
"Mengingat saat ini masih berada permulaan tahun dan PPh Badan merupakan pajak yang bersifat angsuran, kami optimis kinerja penerimaan PPh badan akan membaik dalam beberapa bulan ke depan," terang Sri Mulyani.
Hal ini terutama mengingat bahwa pelaporan surat pemberitahuan atau SPT tahunan pajak selain diiringi penerimaan PPh Pasal 29 yang bersifat tahunan , juga menjadi dasar pembayaran PPh Pasal 25 yang bersifat bulanan untuk satu tahun ke depan.
(Baca: Pungut Cukai Minuman hingga Kendaraan, Negara Bakal Kantongi Rp 23 T)
Selain PPh Badan, dampak pertumbuhan restitusi di awal tahun juga memberikan tekanan terhadap jenis pajak PPh Pasal 21 yang hanya tumbuh 0,98% menjadi Rp15,28 triliun. Padahal tahun lalu, PPh ini tumbuh 15,38%.
PPh Pasal 22 juga turun 7,77 persen menjadi Rp 1,18 triliun. Sementara PPh final yang tak terdampak restitusi berhasil tumbuh 7,63% menjadi Rp 10,6 triliun.
Selain resitusi, penerimaan pajak juga terdampak oleh penurunan impor. pajak atas impor yang terdiri dari PPh 22, PPN, dan PPnBM turun 10,52% menjadi Rp 16,66 triliun. Sedangkan PPN dalam negeri berhasil tumbuh 15,62% menjadi Rp 17,39 triliun.
Kementerian Keuangan juga menyebut penurunan penerimaan pajak tak lepas dari kondisi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV yang melambat menjadi 4,97% dibanding kuartal sebelumnya. Adapun pertumbuhan ekonomi sepanjang 2019 tercatat sebesar 5,02%, meleset dari target seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.