Faisal Basri Ungkap Faktor yang Membayangi Pelemahan Rupiah
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan nilai tukar rupiah masih akan dibayangi pelemahan. Di antara yang menghambat penguatan mata uang garuda ini yaitu neraca transaksi berjalan alias current account yang masih defisit.
Oleh karena itu, Faisal menilai penguatan rupiah harus dilakukan dengan menarik penanaman modal asing. Namun, saat ini, investasi di Indonesia kurang atraktif dibandingkan negara tetangga, seperti Thailad dan Vietnam. “Rupiah akan menguat sepanjang defisitnya membaik dan diimbangi modal asing terutama foreign direct investment,” kata Faisal di Jakarta, Rabu (13/2).
Selain itu, peningkatan ekspor perlu dilakukan sehingga pemasukan devisa meningkat. Di sisi lain, sektor industri harus ditingkatkan guna menggenjot kinerja ekspor. (Baca: Ekspor Kendaraan Bermotor Dipermudah, Eksportir Besar Hemat Rp 314 M)
Meski begitu, Faisal menilai bursa saham dalam negeri tidak menurun tajam di tengah gejolak global yang terjadi pada tahun lalu. Berbeda dengan nilai tukar rupiah yang fluktuatif sepanjang 2018, kinerja saham masih membaik. Hal ini seiring peran investor domestik yang menguatkan kinerja pasar modal.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan defisit transaksi berjalan pada triwulan keempat 2018 melebar hingga US$ 9,1 miliar atau 3,57% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Secara nominal, defisit tersebut merupakan yang terbesar sepanjang tahun lalu, bahkan sejak kuartal ketiga 2013.
Bila dirunut ke belakang, defisit neraca transaksi berjalan mulai terjadi pada 2012. Sepanjang tahun lalu, total defisitnya US$ 31,1 miliar atau 2,98 persen terhadap PDB. Ada sejumlah faktor laten penyebab neraca mengalami defisit setiap tahun.
Pertama adalah defisit neraca minyak. Di neraca jasa, transaksi Indonesia pun minus, antara lain di sektor transportasi, pemeliharaan dan perbaikan, keuangan, penggunaan hak cipta, dan jasa TIK. Adapun sektor pariwisata merupakan yang paling diandalkan untuk menambal defisit dari sektor jasa hingga surplus US$ 5,3 miliar.
(Baca: Defisit Transaksi Berjalan 2,98% PDB Tahun Lalu, Bagaimana Tahun Ini?)
Indikator ekonomi seperti ini yang membuat penguatan rupiah tertatih-tatih. Mata uang garuda pada tahun lalu sempat terjerembap hingga mendekati 15.000 per dolar Amerika Serikat, walau di akhir tahun mulai membaik. Sepanjang awal Februari ini, rupiah bahkan menguat di level 13.900. Hanya, Selasa kemarin kembali masuk Rp 14.088 per dolar.
Ketika rupiah menguat, sebagian besar dipengaruhi oleh arus masuk dana asing alias capital inflow yang berlanjut ke Februari ini, hingga sempat menyentuh 13.800. Data Kementerian Keuangan per 4 Februari lalu menyebutkan, kepemilikan asing atas SUN mencapai Rp 919,22 triliun.